Pesona Bukit Kelam

Bukit kelam merupakan satu destinasi wisata terkenal di Kabupaten Sintang.

Suku Bangsa Dayak Uud (Uut) Danum

Suku bangsa Dayak Uud (Uut) Danum merupakan subsuku penduduk asli pulau Kalimantan.

The Phenomenon of Kempunan Lessons

The Dayak worldview, the indigenous people of Borneo/Kalimantan Island, can be likened to the worldview of the ancient Greeks before the coming of philosophers which was greatly mythological in its nature..

Asal Usul Cihie (Sihiai)

Menelusuri asal Cihie sebagai subsuku Dayak Uud (Uut) Danum.

Kosanak Kolop Doro' Bohuang

Kisah mengenai pelajaran dan nasihat hidup.

New Life, New Adventure

Pernikahan Sutimbang dan Santi.

Label: , ,

Tuhan, Tahukah Engkau Bagaimana Rasanya Menjadi Pendosa?



Oleh Trio Kurniawan

Tidak mudah bagi saya untuk mulai merancang dan mengkontekstualisasikan apa yang ada dalam pemikiran saya tentang judul yang saya pilih di atas. Ada banyak alasan. Lebih dari itu, ada banyak pertanyaan yang muncul di dalam benak saya belakangan ini tentang dosa, kedosaan, pendosa, berdosa. Ini tentang saya dan segala kemanusiaan yang saya jumpai setiap hari.
Saya berjumpa dengan beragam orang dari beragam latar belakang. Dari sekian banyak yang saya jumpai itu, hampir semuanya mengatakan bahwa mereka ingin menjadi orang baik. Saya pun tentunya demikian. Apakah jawaban mereka ini muncul dari ketulusan hati, saya tidak tahu.
Semua orang ingin menjadi orang baik. Ketika setiap orang menjadi baik, maka tuntaslah segala traktat atau doktrin keagamaan, aturan Negara, ataupun perintah adat. Segala aturan itu tentu bermuara pada manusia yang baik. Kebaikan seakan menjadi puncak dari segala peziarahan manusia. Aristoteles, sang filosof itu, berkata bahwa mahkota dari etika dan pencarian manusia adalah kebaikan.
Lantas apakah segala persoalan moralitas dan etika menjadi sesederhana konsep yang ada? TIDAK. Dengan tegas saya katakana: TIDAK. Manusia tidak sesederhana itu. Manusia tidak serta-merta meng-iya-kan kebaikan. Ia bisa menjadi negasi atas segala yang baik. Mengapa? Karena manusia diberikan budi dan nurani dimana atas sisi human error, segala yang bertujuan baik justru bisa menjadi buruk dalam perbuatan manusia. Sederhananya, pilihan bebas dari nurani dan budi manusia bisa saja membawa manusia pada kedosaan karena sisi human error dari manusia.
Semua orang bisa bersalah. Semua orang bisa melakukan perbuatan dosa. Bahkan dalam ajaran Gereja Katolik, semua manusia menerima dosa asal sebagai “warisan abadi” sampai ia dibaptis dan diangkat kembali menjadi anak-anak Allah. Kedosaan tampaknya menjadi sisi lain dari koin kehidupan manusia. Ia menjadi bagian yang tak terpisahkan dari peziarahan manusia. Tanpa rasa mawas diri dan sikap mengarah pada kesucian, manusia rentan jatuh ke dalam dosa.
Situasi berdosa mungkin tampaknya menjadi hal yang biasa dalam kehidupan manusia jaman ini. Dengan mengatakan “biasa” saya bermaksud ingin menunjukkan sisi keberdosaan sebagai hal yang dengan mudahnya bisa diampuni asal manusia dengan sepenuh hati mau bertobat dengan mengaku dosa. Benarkah demikian? Apakah dosa bisa dengan mudah diampuni oleh Allah asal manusia mau bertobat dengan sepenuh hati?
Orang-orang yang membaca pertanyaan saya di atas mungkin mengira saya sebagai bagian dari mereka yang tidak mengakui kuasa maharahim dari Allah. Dengan tegas saya katakan: saya mengimani Allah yang maha pengampun dan berbelas kasih terhadap kehidupan manusia yang mau bertobat. Lewat pertanyaan-pertanyaan saya di atas, saya hanya ingin menunjukkan kegelisahan yang mungkin sudah menjadi rahasia umum dalam nurani manusia.
Pernahkah Anda membayangkan bagaimana situasi batin dari mereka yang berdosa sangat berat? Pernahkah Anda merasakan bagaimana berada di posisi mereka? Bagaimana rasanya menjadi seorang pembunuh yang kemudian merasa berdosa? Bagaimana rasanya berada di posisi mereka yang berzinah dan kemudian mereka menyadari keberdosaan mereka? Pernahkah Anda membayangkan berada di posisi seseorang yang selingkuh dari pasangan hidupnya yang sangat setia dan mengasihinya dengan sepenuh hati? Mungkin saja Anda termasuk dan mengalami sendiri dosa-dosa berat yang saya tulis di atas.
Saya tidak membuat pertanyaan dari fakta kosong. Saya mendengarkan sendiri pergulatan dan kegelisahan dari mereka yang merasa sangat berdosa, seperti contoh yang saya pertanyakan di atas. Saya mewawancarai, kalau boleh disebut demikian, orang yang berada di situasi semacam itu. Hidup seperti dihimpit dari berbagai arah. Kematian atau bunuh diri merupakan bayangan yang tampak sangat nyata di hadapan mata. Apakah Allah masih mengampuni kedosaan jenis ini?
Dalam keadaan semacam itu, Allah tampak sangat jauh, bahkan tak terbayangkan. Allah memang mengampuni dosa manusia tapi tidak untuk dosa jenis ini. Hidup menjadi begitu sendiri dan kesepian. Semua keluarga, sahabat, dan kenalan menjauh serta memandang jijik kepada kita. Bahkan Allah, Benteng terakhir yang mungkin kita harapkan, juga terasa tidak peduli. Allah tak pernah merasakan berada di posisi macam ini. Mengapa? Karena Allah tak pernah berdosa.
Allah, apakah Engkau pernah berdosa? TIDAK PERNAH. Lantas bagaimana Engkau bisa berempati terhadap keadaan manusia yang berdosa berat? Situasi berdosa bukanlah hal yang mengenakkan. Andai saja Allah pernah merasakan berada di situasi sebagai pendosa, tentu semua pendosa tak akan pernah merasa sendiri dan sepi.
Akhirnya, saya tidak bisa menutup segala pertanyaan yang telah saya munculkan di atas. Saya hanya ingin mengajak Anda semua bercermin dan berempati terhadap semua dari kita yang mengalami pengalaman keberdosaan yang mendalam. Tidak mengambil jarak. Mendekat. Mengampuni mereka. Mengapa? Karena lewat kitalah Allah hadir bagi semua orang berdosa. Ya, lewat kita yang berdosa ini sebagai sarana, karena ALLAH TAK PERNAH BERDOSA.

0 komentar
Label: , ,

Filsafat: Masih Relevankah?


Oleh Trio Kurniawan

Pengantar
Mengapa harus filsafat? Apa filsafat masih bisa exist jaman sekarang? Apakah filsafat masih memiliki pengaruh untuk kehidupan jaman sekarang yang begitu dikuasai oleh teknologi? Pertanyaan-pertanyaan kecil semacam ini sering ditanyakan kepada saya, bahkan dulu juga saya menanyakan hal yang sama ketika pertama kali memulai pembelajaran saya tentang filsafat. Filsafat sendiri, dari pengalaman banyak orang yang bercerita kepada saya, termasuk ilmu yang sangat sulit dan membosankan. Pertanyaan saya: benarkah?
Saya sering membaca postingan atau tweets beberapa orang tentang motto  hidup mereka. Kemudian mereka berkata seperti ini: “Ini nih filsafat hidupku! Keren kan?" Singkatnya, saya menangkap bahwa filsafat lebih dimengerti sebagai falsafah hidup. Filsafat direduksi kepada konsep semacam ini.
Dalam tulisan singkat ini, saya akan menyajikan panorama kecil tentang filsafat dan pengaruhnya di dalam dunia modern saat ini, tentunya bukan filsafat sejauh dimengerti sebagai falsafah hidup. Saya menuliskan panorama filsafat ini dalam bahasa yang (semoga) sederhana dan profan. Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk merangkum pemahaman tentang filsafat secara utuh. Filsafat begitu luas untuk dapaat dituliskan ke dalam tulisan 4 halaman kertas A4. Tulisan ini juga tidak dimaksudkan untuk membahas salah satu atau satu per satu aliran filosofis yang pernah ada dan masih berlaku sampai saat ini.
Saya berharap bahwa tulisan kecil ini bisa bermanfaat sebagai titik awal ketertarikan kita pada pemikiran-pemikiran filosofis. Lebih jauh lagi, saya berharap bahwa semakin banyak orang yang mencintai filsafat dan tidak lagi menganggap filsafat sebagai ilmu yang “mengerikan”.

Filsafat: Pengertian, Sejarah Awal dan Perspektif Keilmuannya
Secara etimologis, filsafat berasal dari bahasa Yunani philia (cinta, anak) dan sophia (kebijaksanaan). Jadi, filsafat dapat diartikan sebagai ajaran supaya orang-orang mencintai kebijaksanaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan filsafat ke dalam 4 pengertian:
1.      Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya.
2.      Teori yg mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan.
3.      Ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi.
4.      Falsafah.
Pengertian kata “filsafat” di atas dapat dimengerti dengan baik jika kita masuk ke sejarah awal lahirnya pemikiran-pemikiran filosofis.
Belum ada seorang pun yang dapat memastikan sejak kapan atau dari siapa pemikiran filosofis pertama kali dimulai. Entah di dunia Timur atau Barat, masing-masing memiliki sejarah perjalanan pemikiran filsafatnya tersendiri. Namun dalam tulisan ini, panorama sejarah filsafat akan difokuskan pada sejarah filsafat barat. Alasannya, karena pemikiran-pemikiran filosofis dari dunia Barat yang paling dominan mempengaruhi dunia dari jaman ke jaman.
Filsafat Barat dimulai sekitar tahun 7 SM di tanah Yunani. Filosof yang dianggap sebagai tonggak lahirnya Filsafat Barat adalah Thales (624-546 SM). Mengapa Thales? Karena Thales adalah pemikir pertama yang mencoba menjelaskan realitas alam semesta ini secara rasional, tanpa berpijak pada mitos-mitos yang diyakini di tanah Yunani pada saat itu. Ia mengkritisi mitos-mitos di Yunani pada masa itu yang tidak masuk akal. Thales terkenal dengan gagasan awalnya tentang asal mula segala sesuatu di semesta ini, yaitu dari air. Baginya, air adalah realitas utama dan awali dari segala yang ada. Alasannya sederhana, yaitu karena segala yang ada ini mengandung unsur air di dalamnya. Manusia terdiri juga atas air, begitu juga dengan hewan dan tumbuhan. Pemikiran semacam ini tampaknya sangat sederhana untuk manusia jaman ini. Namun, siapa yang menyangka bahwa dari pemikiran kecil seperti ini lahir beragam pemikiran modern yang sangat mempengaruhi dunia?
Setelah Thales, ada banyak filosof awali yang juga mulai tertarik untuk memahami realitas dunia ini dengan akal budi mereka, bukan lagi berpijak pada mitos-mitos yang mengelabui pikiran manusia. Beberapa di antaranya adalah Anaximandros (prinsip dasar semesta: to apeiron, prinsip abstrak) dan Anaximenes (prinsip dasar semesta: udara). Thales, Anaxminadros dan Anaximenes adalah 3 filosof awali yang tergabung dalam Mazhab Miletos. Miletos adalah nama tempat di mana ketiga filosof ini berasal. Mereka juga terkena dengan para filosof alam karena berbicara tentang hakekat alam.
Dari sejarah kecil Filsafat Barat yang digali 3 filosof awali di atas, kita bisa mengerti mengapa filsafat disebut sebagai ajaran tentang cinta akan kebijaksanaan. Mitos-mitos diyakini hanya mengaburkan kebijaksanaan manusia. mitos mengajarkan manusia untuk menjadi takut. Maka dengan belajar filsafat, manusia saat itu diajarkan untuk menjadi bijak dalam melihat dunia. Kecintaan akan kebijaksanaan inilah yang melahirkan filsafat. Lebih lanjut, kebijaksanaan semacam ini haruslah berakar pada cara pikir yang rasionak dan terukur.
Dari segi keilmuan, filsafat memiliki objek material dan objek formal tersendiri. Objek material filsafat adalah “segala yang ada”. “Segala yang ada” berarti realitas, entah yang berada secara fisik, dalam akal budi, ataupun yang mungkin terjadi. Singkatnya, segala yang ada ini adalah objek material filsafat. Objek formal dari filsafat sendiri ada banyak, misalnya pendekatan logis, etis, metafisis dan lainnya. Mengapa bisa banyak? Karena filsafat adalah induk dari ilmu. Dari objek formalnya ini, lahir beragam ilmu seperti Logika, Etika, Estetika,  Metafisika, Epistemologi, Antropologi, Sosiologi, dan lainnya. Filsafat juga memiliki sistemnya tersendiri serta bercirikan spekulatif.

Filsafat dan Pengaruhnya Pada Dunia
Filsafat bukanlah sekadar ilmu yang dapat dipelajari dalam traktat-traktat perkuliahan. Dalam sejarahnya, filsafat telah menggerakkan jaman ke dalam pelbagai perubahan. Pemikiran-pemikiran yang lahir dari pandangan para filosof ternyata membuka akal budi banyak orang di setiap jaman. Pemikiran filosofis mereka mampu menggerakkan manusia untuk melakukan perubahan dan memikirkan apa yang baik untuk tata hidup bersama antar Tuhan, manusia dan alam semesta.
Jika boleh disebutkan, ada 3 filosof besar yang pemikirannya begitu berpengaruh di dunia. Mereka adalah Sokrates (469-399 SM), Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Mereka adalah soko guru filsafat. Pemikiran mereka ini saling berlawanan, namun berdiri di atas dasar yang begitu kuat. Sokrates, misalnya, dikenal karena metode maieutika tekhne dalam menghasilkan pengetahuan. Metode maieutika tekhne adalah metode yang ditemukan oleh Sokrates untuk menggali pengetahuan dengan cara bertanya dan berdialog. Metode ini juga dikenal dengan nama Metode Dialektika Sokrates. Pada jaman ini, metode Sokrates ini banyak digunakan dalam wawancara-wawancara, penggalian informasi psikologis, pendalaman gagasan dan lainnya.
Plato terkenal dengan gagasannya tentang Dunia Idea dan Dualisme Jiwa-Badan. Pemikirannya ini begitu berpengaruh, terutama sejak abad-abad awal masehi hingga abad pertengahan. Karena pemikiran Plato maka muncul gagasan bahwa tubuh manusia ini hanya cenderung untuk menginginkan yang buruk. Tubuh adalah fana. Sebaliknya, jiwa adalah substansi ilahi.
Aristoteles mungkin merupakan filsuf yang tulisan-tulisannya paling banyak berpengaruh dalam telaah ilmu modern. Pada masa itu, Aristoteles telah menuliskan beragam gagasan filosofis tentang fisika, metafisika, puisi, logika, retorika, politik, pemerintahan, etnis, biologi dan zoologi. Gagasan-gagasan Aristoteles ini menjadi dasar yang kokoh bagi para filosof selanjutnya dalaam mengembangkan pemikiran filosofis mereka.
Pada abad pertengahan (sekitar abad 4-15 M), pemikiran filosofis tentang alam dan manusia yang digeluti oleh para filosof seperti Sokrates, Plato dan Aristoteles berubah arah kepada pemikiran filosofis tentang Allah. Pada masa ini, metafisika mendapat porsi yang cukup besar. Beberapa filosof besar pada masa itu di antaranya adalah Thomas Aquinas, Agustinus, Ibnu Sina, Ibnu Rusjd, Al-Ghazali dan lainnya. Para filosof ini berjuang keras untuk membuktikan eksistensi Allah secara filosofis dan teologis. Pemikiran para filosof ini begitu kuat mempengaruhi teologi kekristenan dan keislaman sampai sekarang.
Masa kejayaan abad pertengahan kemudian diruntuhkan oleh kehadiran pemikiran-pemikiran filsafat modern. Adalah Rene Descartes (1596-1650) yang menjadi bapak dari peradaban modern. Ia terkenal dengan pernyataanya: cogito ergo sum (saya berpikir maka saya ada). Pemikran-pemikiran modern ini lahir sebagai bentuk kritik atas filsafat skolastik (abad pertengahan) yang begitu sibuk berbicara tentang Allah, lantas kemudian menjadikan Gereja begitu dominan menentukan apa yang benar dan salah. Pada masa itu, Gereja Katolik memang begitu berpengaruh dalam ilmu pengetahuan. Praktis sumber-sumber pustaka yang penting tentang pengetahuan disimpan dalam perpustakaan Gereja Katolik.
Para filosof modern menolak otoritas Gereja yang semacam ini. Para filosof modern meyakini bahwa akal budi yang menjadi pusat dari pengetahuan, bukan Gereja. Beberapa filosof modern yang terkenal adalah John Locke dan David Hume (empirisme), Thomas Hobbes, Karl Marx, Jean-Jacques Rousseau (filsafat politik), Immanuel Kant (idealisme), Friedrich Nietzsche (eksistensialisme), Edmund Husserl (fenomenologi) dan lainnya. Tak perlu dijelaskan lagi bagaimana pemikiran filosofis mereka begitu mempengaruhi dunia saat itu.
Postmodernisme (abad 20-sekarang) adalah kelanjutan dari masa modernisme. Paham ini lahir sebagai bentuk kritik atas paham modernisme. Banyak filosof yang mengatakan bahwa postmodern tidak memiliki “kekhususan pemikiran filosofis”. Mengapa? Karena gagasan filosofis pada masa ini begitu banyak dan tak terstruktur. Ada juga pemikir yang mengganggap bahwa jaman postmodern sebenarnya tidak ada. Masa postmodern ditandai dengan berkembangnya dunia telekomunikai dan teknologi canggih.

Filsafat untuk Manusia Sekarang
Panorama filsafat yang saya gambarkan dengan sangat singkat di atas saya kira telah menunjukkan bagaimana filsafat begitu kuat menggerakkan dunia. Sebagai contoh, pemikiran Karl Marx tentang perang melawan kapitalisme begitu berpengaruh besar untuk munculnya paham komunisme dan sosialisme (mungkin juga fasisme). Akibatnya, pemberontakan dan revolusi rakyat kecil begitu gencar terjadi di pelbagai belahan dunia, bahkan di Indonesia sampai saat ini.
Filsafat tampaknya bukanlah ilmu yang begitu menarik pada masa sekarang. Namun demikian, orang-orang tidak bisa menolak fakta bahwa pemikiran-pemikiran filosofis masih begitu relevan sampai detik ini. Sistem demokrasi yang digunakan oleh Indonesia saat ini merupakan contoh nyata warisan pemikiran filosofis Yunani kuno.
Filsafat menggerakkan peradaban lewat pikiran. Setitik kecil dari pemikiran filosofis dapat mempengaruhi dunia dengan caranya. Itulah sebabnya saya sangat menganjurkan agar semakin banyak orang yang mempelajari filsafat. Filsafat membuka pemikiran setiap orang sehingga yang dicari hanyalah kebenaran dan kebaikan. Filsafat menjadi senjata yang tajam untuk mengkritisi fenomena yang terjadi di dunia saat ini.
Singkatnya, filsafat masih exists hingga detik ini. Walaupun bukanlah ilmu yang populer di kampus-kampus, filsafat tetap menunjukkan taringnya untuk menjadi cahaya bagi pemikiran manusia sekarang. Filsafat tidak akan bisa mati selama manusia masih berpikir. Karena itu, cintailah kebijaksanaan! Cintailah filsafat.


0 komentar
Label: , , ,

Mengapa Harus Filsafat?


Oleh Trio Kurniawan

Tak terasa sudah lewat setengah tahun semenjak saya bukan lagi seorang frater. Maafkan jika saya masih membahas tentang masa-masa saya sebagai frater lagi. Anggap saja saya belum move on. Masih ada banyak hal yang sebenarnya masih menggantung dalam benak saya. Lagipula, saat ini saya belum bisa tidur (00.30 WIB). Saya menghabiskan malam Minggu saya di hadapan laptop. Bercumbu dengan skripsi, selingkuh dengan kopi.
Beberapa hari yang lalu, ada seorang mantan murid saya yang bertanya: “Kak, udah move on belum dari seminari?” Berhadapan dengan pertanyaan semacam ini, saya sendiri tidak tahu harus menjawab apa. Jelas saya belum bisa move on. Hellooo... Saya sudah hampir 8 tahun menjalani hidup di seminari. Tentu tak semudah membalikkan telapak tangan. Lagipula, sahabat-sahabat saya semuanya ada di seminari. Jadi, begitulah saya menjawab pertanyaan murid saya tersebut.
But, life must go on! Bagi saya, ada hal lain lagi yang harus saya jalani. Ada jalan baru membentang di hadapan saya. Segala kemapanan yang saya dapatkan saat di seminari dulu sekarang diuji pada medan baru. Saya menikmati setiap tantangan baru semacam ini. Benar apa yang dikatakan salah satu sahabat saya: “Mulai sekarang, kita permainkan hidup. Jangan sampai hidup yang mempermainkan kita!”
Walaupun ada banyak hal baru yang saya harus hadapi, tapi ada beberapa hal yang tetap bertahan. Ada beberapa hal yang sudah terlanjur membuat saya jatuh cinta. Salah satunya adalah FILSAFAT. Saya jatuh cinta pada ilmu ini. Saya tidak tahu bagaimana ilmu ini akhirnya bisa menjadi bagian dalam diri saya. Saya sadar, dengan IPK yang pas-pasan di kampus, tentu memahami Filsafat secara utuh sangatlah sulit bagi saya. Tapi cinta tetaplah cinta. Cinta saya pada Filsafat benar-benar buta!
Ada banyak teman yang mempertanyakan pilihan saya yang tetap menekuni Filsafat sebagai jalan saya. Dengan enteng saya selalu menjawab: “Sudah terlanjur. Tinggal setahun.” Faktanya, saya memang sangat menyukai ilmu ini.
Bayangkan, saya yang adalah seorang anak pedalaman Kalimantan Barat, yang waktu kecilnya dulu bergelantungan di hutan sebagai taman bermain saya, kini dengan polosnya menekuni Filsafat, ilmu yang datang dari negeri antah berantah. Ya, antah berantah menurut saya karena tak satu pun wilayah di dunia yang sebenarnya bisa meng-klaim dirinya sebagai tempat lahirnya Filsafat.
Saya tidak peduli pendapat orang-orang agar saya mengganti jurusan karena Filsafat sendiri bukanlah jurusan yang “tepat” dalam hal penitian jenjang karir di dunia awam. Dosen saya dulu pernah mengatakan bahwa Filsafat adalah ilmu bagi mereka yang sudah mapan, yang memiliki banyak waktu luang untuk berpikir. Saya sendiri tidak mapan. Tidak pandai. Tidak mampu berdiam terlalu lama untuk berefleksi. Tapi apa salahnya mencoba. Apa salahnya mendobrak pendapat dosen saya tersebut. Selama itu masih pendapat, bagi saya tidak masalah jika ditabrak.
Dan, itulah jawaban saya atas pertanyaan: mengapa Filsafat? Karena saya terlanjur jatuh cinta.

0 komentar
Label: , , , ,

Animisme Awal Suku Dayak Uud Danum



 Oleh Trio Kurniawan

Suku Uud Danum
Uud Danum, atau sering juga disebut Ot Danum, adalah sebutan untuk kelompok suku Dayak yang berdiam di antara dua sisi pegunungan Schwaner di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Suku ini menyebar di beberapa daerah sekitar dua provinsi tersebut. Suku Uud Danum yang akan dibahas dalam tulisan ini bermukim di Kec. Serawai dan Kec. Ambalau, Kalimantan Barat. Suku Uud Danum merupakan suku mayoritas di dua tempat ini. Memang ada beberapa suku lain, tetapi jumlah mereka tidak banyak dan hidupnya membaur dengan masyarakat Uud Danum.
Uud Danum adalah kelompok suku dayak yang berdiam di daerah hulu sungai (Uud berarti hulu, Danum berarti air). Ada dua sungai yang mengalir di sana, yaitu sungai Melawi (dari Kec. Ambalau) dan sungai Serawai (menuju Kec. Serawai). Suku Uud Danum yang melewati jalur sungai Melawi disebut Dohoi dan yang melewati sungai Serawai disebut Cihie. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat uud Danum adalah bahasa Uud Danum.
Jumlah total masyarakat Uud Danum secara pasti belum bisa diberikan dalam tulisan ini karena belum ada pendataan resmi terhadap jumlah mereka. Sebagai perbandingan, jumlah masyarakat Serawai adalah 21.922 jiwa (BPS Kabupaten Sintang tahun 2010) dengan mayoritas umat beragama Katolik. Berarti masyarakat Uud Danum Serawai sekitar 60% dari jumlah tersebut.

Sistem Kepercayaan Masyarakat Uud Danum
Secara geografis, tempat tinggal masyarakat Uud Danum dikelilingi hutan-hutan dan sungai. Pada jaman dahulu, ketika modernisme belum masuk ke wilayah ini, seluruh anggota masyarakat Uud Danum hidup dari hasil hutan dan sungai. Mereka berburu, mencari sayur-sayuran, ataupun mencari ikan di hutan dan sungai. Alam menyediakan segalanya bagi mereka.
Karena seluruh hidup mereka bergantung pada alam, maka sistem kepercayaan masyarakat Uud Danum pun tentunya erat berhubungan dengan alam.  Orang Uud Danum tidak mengenal sebutan “Tuhan” ataupun “Allah”. Agama mereka, kalaupun bisa disebut demikian, adalah animisme.[1] Orang Uud Danum tidak menyebut kepercayaan ini sebagai sebuah agama. Mereka hanya menyadari bahwa apa yang mereka percayai ini telah dilaksanakan secara turun-temurun sehingga mereka tetap menghidupinya sampai sekarang.
Walaupun orang Uud Danum tidak mengenal sebutan “Allah” ataupun “Tuhan”, namun mereka mengakui adanya “Roh Tertinggi” yang mengatur seluruh kehidupan mereka. Apapun yang dilakukan manusia, menurut kepercayaan orang Uud Danum, akan selalu diperhatikan oleh Roh Tertinggi ini. Pemahaman ini mempengaruhi aturan moral dan hukum adat masyarakat Uud Danum. Sebagai contoh, di dalam masyarakat Uud Danum ada istilah Kempunan (atau biasa juga disebut Pehunan). Kempunan adalah istilah yang digunakan untuk menyebut peristiwa-peristiwa sial atau celaka yang diakibatkan kelalaian seseorang untuk mencicip sedikit, atau minimal menyentuh dengan tangan, makanan yang telah dihidangkan baginya. Peristiwa kempunan ini, oleh orang Uud Danum, dipercaya sebagai perbuatan dari roh yang ada disekitar mereka. Rambang Ngawan, OP menulis dalam sebuah artikel[2] tentang bagaimana paham kempunan ini secara rasional ternyata tidak hanya terhenti pada masalah perbuatan roh halus bagi manusia. Ada beragam nilai yang terkandung di balik paham ini, misalnya: pemahaman akan betapa pentingnya makanan sebagai hal yang essensial bagi manusia dan juga bagaimana setiap orang harus selalu berhati-hati dimanapun mereka berada. Satu nilai lagi yang paling penting adalah bagaimana, lewat peristiwa mencicip makanan ini, setiap anggota masyarakat Uud Danum dapat menghargai dan menghormati kebaikan sesamanya.
Selain nilai-nilai moral, hukum adat yang berlaku di dalam masyarakat Uud Danum juga dipengaruhi oleh keberadaan Roh Tertinggi. Sebagai contoh, seseorang yang ketahuan berbuat zinah akan terkena ulun[3], dan lebih parah lagi, bisa diusir dari kampung. Hukum adat masyarakat Uud Danum terkenal di Sintang dan sekitarnya sebagai hukum adat yang sangat berat dan keras. Selain itu, biaya untuk pelaksanaan hukum adat juga mahal. Keadaan ini bukannya tanpa alasan. Hukum adat dan tradisi yang ada di dalam masyarakat Uud Danum ini tercipta sedemikian rupa karena kepercayaan mereka akan keseimbangan kosmis. Jika ada satu hal yang salah, maka keseimbangan tersebut akan terganggu. Akibatnya, Roh Tertinggi bisa murka dan menghukum mereka. Hukuman itu bisa berupa kematian yang tak wajar, gagal panen, ataupun tanda-tanda alam lainnya. Jadi, ulun ataupun pengusiran dari kampung itu bukanlah semata hukuman yang membuat jera, tetapi ada hal lain yang “lebih’ dari sekadar itu semata.
Orang Uud Danum juga percaya bahwa Roh Tertinggi inilah yang memberikan alam kepada mereka sebagai tempat untuk hidup. Karena alam adalah pemberian, maka orang Uud Danum memiliki kewajiban moral untuk menjaganya dengan baik dan penuh rasa hormat. Orang Uud Danum yakin bahwa mereka hanya menumpang tinggal di dunia ini.
Di samping kepercayaan akan Roh Tertinggi, orang Uud Danum meyakini bahwa masih ada roh-roh lain yang juga membantu Roh Tertinggi untuk menjaga kelangsungan hidup mereka. Mereka percaya akan keberadaan roh-roh halus di sekitar mereka. Roh-roh ini hidup di pohon-pohon dan sungai-sungai. Roh-roh inilah yang menjadi “penunggu” pohon-pohon tersebut. Itulah sebabnya alam menjadi sesuatu yang sangat sakral bagi orang Uud Danum.
Karena sedemikian sakral dan pentingnya alam bagi orang Uud Danum, maka tak ada tempat sebenarnya bagi penodaan “kesucian hutan”. Alam dan orang Uud Danum merupakan dua hal yang sangat menyatu dan saling bergantung. Mengapa? Karena lewat alam, orang Uud Danum bisa berkomunikasi dengan Roh Tertinggi yang menjadikan segalanya ada bagi mereka. Lewat alam juga orang Uud Danum bisa hidup. Betapa menyedihkan sekali ketika ada orang Uud Danum yang ternyata ikut merusak alam mereka sendiri. Itu artinya mereka mengingkari diri mereka sendiri. Mereka mengkhianati Roh Tertinggi. Karena itu, sudah seharusnya orang Uud Danum melawan setiap tindakan yang menodai alam dan keseimbangan kosmis yang telah dirancang oleh Roh Tertinggi. Uraian berikut ini akan memberi penjelasan tentang roh-roh yang dipercayai keberadaannya oleh orang Uud Danum.

Jenis-Jenis Roh, Karakter, dan Tingkatannya
Roh Tertinggi dalam masyarakat Uud Danum disebut dengan nama Tahala’. Dialah yang mengatur keseimbangan kosmis dalam kehidupan masyarakat Uud Danum. Beberapa orang sempat menganggap bahwa Tahala’ ini sama dengan Tuhan dalam kepercayaan Kristani, tetapi anggapan itu kemudian ditolak. Dua Realitas Tertinggi ini sekilas memang tampak sama karena kemahakuasaan dan daya kreatifnya untuk menciptakan dunia. Apa yang membedakan mereka? Dalam dunia Kristiani, Tuhan adalah Realitas Tertinggi yang dari pada-Nyalah segala yang ada menjadi ada dan kepada-Nyalah segala yang ada akan terarah. Tuhan adalah Realitas Tertinggi yang menganugerahkan kebaikan kepada manusia. Apakah Tuhan juga menghakimi? Dalam Kitab Suci, dijelaskan bahwa penghakiman Allah atas manusia telah dimulai dan hukumannya akan diberikan di penghakiman terakhir, ketika manusia meninggal (Mat 25: 14-46). Bagaimana dengan Tahala’?
Tahala’ adalah Realitas Tertinggi dalam alam kepercayaan orang Uud Danum. Dalam beberapa hal, Tahala’ merupakan realitas yang berbeda dengan Tuhan. Di dalam satu pribadi, Tahala’ memiliki dua kuasa yaitu kuasa baik dan kuasa jahat. Keduanya tidak bisa dipisahkan dari Tahala’. Karena dua kuasa ini, Tahala’ juga bisa menghakimi. Tetapi, penghakiman Tahala’ atas kejahatan manusia tidak dilakukan setelah manusia meninggal. Penghakiman itu dilakukan ketika manusia masih hidup. Dengan demikian, Tahala’ yang baik dan jahat benar-benar terlihat dalam keseharian hidup orang Uud Danum. Ketika Tahala’ baik, maka panen berlimpah. Ketika Tahala’ marah, maka manusia mengalami celaka.
Lalu bagaimana orang Uud Danum melihat kematian? Bagi mereka, kematian adalah semacam gerbang untuk masuk ke Betang Abadi.[4] Orang Uud Danum percaya bahwa di Betang inilah mereka akan tinggal lagi bersama Tahala’ dan kaum kerabat mereka yang telah meninggal.
Orang Uud Danum juga tidak memiliki konsep tentang surga atau neraka. Bagi mereka, setiap anggota suku yang meninggal pasti bisa masuk ke Betang Abadi asalkan diadakan pesta Dalo’  bagi orang yang meninggal. Pesta Dalo’ merupakan pesta adat tertinggi di dalam suku Uud Danum. Pesta Dalo’ dipenuhi dengan banyak ritual sakral. Pelaksanaanya bisa dilakukan beberapa hari setelah pemakaman ataupun beberapa tahun kemudian. Rata-rata orang Uud Danum melaksanakan pesta Dalo’ beberapa tahun setelah kematian. Mengapa? Karena pesta Dalo’ merupakan pesta yang memerlukan dana yang sangat besar. Selain itu, perencanaan acara adatnya harus benar-benar matang sehingga tidak ada kesalahan selama acara berlangsung. Orang meninggal yang sudah di-Dalo’-kan dipercaya sudah memiliki takun[5] dan jihpon[6] di Betang Abadi. Lalu bagaimana dengan orang meninggal yang belum mengalami Dalo’? Orang Uud Danum percaya bahwa mereka ini akan menjadi Otu’.[7]
Selain Tahala’, ada beberapa roh lain yang tingkatannya ada di bawah Tahala’. Roh-roh ini sama-sama memiliki kekuatan baik dan jahat di dalam diri mereka sendiri. Dua roh yang memiliki kekuatan besar menurut orang Uud Danum adalah Gana dan Lebata.
Gana adalah roh yang, menurut orang Uud Danum, tinggal di pohon-pohon besar seperti beringin ataupun lanjau[8]. Tidak semua pohon ada penunggunya, hanya pohon-pohon tertentu saja. Sejauh ini belum pernah ada orang yang mendiskripsikan sosok Gana seperti apa. Masyarakat hanya meyakini Gana sebagai penunggu pohon-pohon keramat tersebut. Orang-orang yang bertindak sembarangan di dekat pohon-pohon ataupun berkata-kata kotor tentang pohon tersebut akan mendapat Badi.[9]
Lebata sebenarnya hampir sama dengan Gana. Perbedaannya, Lebata merupakan roh yang tinggal di air seperti sungai ataupun teluk. Lebata berbentuk ular gaib yang berukuran besar dan memiliki satu tanduk emas. Lebata kadangkala menampakkan dirinya untuk manusia. Orang yang bisa melihat Lebata, apalagi sampai mampu mematahkan tanduknya, akan mendapat tuah.[10] Ketika sisi jahatnya muncul, Lebata bisa membunuh manusia dengan cara memakan semangat[11] manusia tersebut.
Pada tahun 2011 lalu, ada seorang anak muda di Serawai yang tiba-tiba mengalami kejang setelah ia mandi di sungai. Tubuhnya membiru. Tak lama kemudia ia meninggal. Masyarakat percaya bahwa semangatnya telah dimakan Lebata karena ada kesalahan yang dilakukan oleh anak tersebut ataupun keluarganya. Untuk menghentikan kemarahan Lebata tersebut, keluarganya dan beberapa tokoh masyarakat kemudian melaksanakan suatu upacara khusus untuk memberi pacuh[12] kepadanya.
Pembahasan di bawah ini akan menitikberatkan beberapa upacara adat yang memiliki hubungan langsung dengan keberadaan roh-roh ini. Hanya dua upacara adat yang dipilih sebagai contoh, walau sebenarnya masih ada banyak upacara lain.

 Bohajat dan Mohpaisch: Upacara Adat bagi Tahala’, Lebata, dan Gana
Ada begitu banyak upacara adat yang dilaksanakan oleh orang Uud Danum. Pelaksanaan upacara ini biasanya diurutkan sesuai dengan kronologi kehidupan manusia, mulai dari lahir hingga meninggal. Setiap upacara ini tentunya memiliki nilai, tujuan, dan makna masing-masing sesuai dengan konteks pelaksana upacaranya. Di antara sekian banyak upacara tersebut, Bohajat dan Mohpaisch merupakan upacara adat yang pelaksanaanya seringkali tidak harus sejalan dengan kronologi kehidupan manusia.
Bohajat merupakan upacara adat yang isinya mirip dengan bernazar. Ketika Bohajat, seseorang berdoa pada Gana ataupun Lebata memohon kesembuhan, rejeki berlimpah, pendidikan selesai dengan baik, hasil ladang meningkat, dan lain-lain. Upacara menyampaikan Hajat disebut Nohka’ Hajat (melempar atau menyampaikan Hajat). Jika doanya ini dikabulkan, orang yang Bohajat harus membalas Hajatnya. Balas Hajat ini menjadi sangat penting karena jika si pelaksana Hajat tidak melakukannya, maka semangatnya akan diambil dan dia akan meninggal. Jadi, ada dua ritual yang dilakukan seseorang ketika Bohajat, yaitu ritual ketika memanjatkan Hajat dan ritual ketika Hajat sudah dikabulkan.
Upacara Nohka’ Hajat bisa dilakukan di rumah pelaksana Bohajat. Sebaliknya, upacara balas Hajat harus dilakukan di tempat dimana Lebata atau Gana tinggal (sungai, teluk, pohon, dll). Pemimpin upacara Bohajat tidak harus kepala suku, tetapi juga orang-orang yang dituakan atau yang mengerti dengan baik tata upacara Bohajat.
Dalam upacara Nohka’ Hajat, pemimpin upacara memanggil roh halus yang menjadi tujuan Bohajat (Gana atau Lebata). Roh ini bisa dipanggil dengan menyiapkan sesaji. Isi dari sesaji tersebut adalah ayam utuh yang sudah dimasak, beras kuning, sirih, rokok, tuak, serta makanan dan minuman lainnya yang dimakan di rumah pelaksana Bohajat. Sebagai catatan, ayam yang digunakan haruslah utuh dari ujung kepala sampai ekor. Menurut orang Uud Danum, roh halus tidak mau menerima sesajian yang tidak utuh. Sesajian ini kemudian diletakkan di suatu tempat khusus yang telah disiapkan oleh tuan rumah, entah di depan ataupun di belakang rumah. Sebelum diletakkan di sana, pemimpin upacara akan mengambil sedikit sesaji itu dengan tangan kirinya lalu kemudian dilemparkan ke sembarang tempat. Mereka percaya bahwa roh halus tidak mau menerima makanan menggunakan tangan kanan. Harus dengan tangan kiri.
Setelah permohonan dikabulkan, pelaku Hajat akan melaksanakan balas Hajat. Satu hari sebelum upacara balas Hajat (H-1), pemimpin upacara dan pelaksana Hajat harus pergi ke tempat tinggal roh yang menjadi tujuan Bohajat untuk memberikan sesaji. Isi sesaji yang diberikan pada umumnya sama. Tapi ada satu hal yang berbeda. Jika pada upacara Nohka’ Hajat kurban yang diberikan adalah ayam, maka pada upacara balas Hajat kurban yang diberikan adalah babi. Jika sebelumnya babi, maka kurban berikutnya adalah sapi.
Pada hari H upacara balas Hajat, seluruh anggota keluarga dan peserta Bohajat akan melaksanakan makan-minum adat. Dalam acara ini, roh halus (Lebata atau Gana) akan makan terlebih dahulu dengan cara menyiapkan sedikit makanan yang akan dimakan (sebagai syarat) oleh seluruh orang yang ikut dan kemudian diletakkan di pohon atau pinggir sungai dimana upacara Bohajat berlangsung. Walaupun sedikit, makanan yang diberikan kepada roh tersebut harus mewakili seluruh makanan dan minuman yang akan disantap oleh keluarga yang ikut. Setelah pemberian makanan untuk roh halus selesai, seluruh peserta upacara bebas makan dan minum sepuasnya. Tuak[13] pun bisa dibagikan. Syarat terakhir dalam upacara ini adalah seluruh makanan yang ada harus dihabiskan tanpa ada yang tersisa.
Upacara selanjutnya adalah Mohpaisch. Mohpaisch merupakan upacara adat yang dilakukan untuk memohonkan perlindungan dan penyertaan Urai Ondak[14] untuk kehidupan seseorang ataupun beberapa orang. Permohonan ini disampaikan kepada Tahala’. Pemimpin dari upacara ini biasanya adalah orang-orang yang dituakan. Praktik dari upacara Mohpaisch sebenarnya cukup sederhana. Orang yang didoakan pertama-tama harus duduk menghadap ke arah matahari terbenam. Setelah itu, pemimpin upacara adat akan mengibaskan seekor ayam hidup sebanyak tujuh kali di atas orang tersebut. Setelah menghadap matahari terbenam, orang yang didoakan harus menghadap ke arah matahari terbit lalu ayam dikibaskan lagi sebanyak tujuh kali. Setiap kali mengibaskan ayam, pemimpin upacara akan memanjatkan doa-doa kepada Tahala’. Ketika menghadap ke arah matahari terbenam, doa yang disampaikan bertujuan untuk membuang sial. Sebaliknya, menghadap ke arah matahari terbit berarti memohonkan keselamatan.
Ayam yang digunakan dalam upacara ini kemudian dipotong dan dimasak untuk dimakan bersama. Selain ayam, benda-benda yang digunakan dalam upacara ini adalah sambon (manik-manik), tongang, beras, mandau[15], dan darah ayam. Manik-manik digunakan untuk menggantikan darah. Darah memiliki arti yang sangat penting bagi orang Uud Danum. Manusia hidup karena ada darah. Jadi dengan mengenakan manik-manik tersebut, orang diharapkan bisa hidup dengan baik. Manik-manik tersebut dikenakan sebagai gelang. Karena manik-manik tersebut bukan merupakan gelang utuh, maka diperlukan tali untuk mengikatnya. Tali tersebut disebut tongang. Tongang merupakan tali yaang sangat kuat, terbuat dari kulit salah satu pohon di Kalimantan. Tongang digunakan sebagai lambang untuk memperkuat semangat. Beras digunakan untuk memanggil semangat orang tersebut agar tetap menyatu dengan tubuhnya. Mandau digunakan dengan cara digigit sebanyak tiga kali. Dengan melakukan hal tersebut, orang yang didoakan akan semakin keras dan teguh semangatnya seperti kerasnya mandau. Terakhir, darah ayam dimaksudkan sebagai kurban silih untuk menggantikan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh orang yang didoakan.
Demikianlah dua contoh upacara adat yang erat kaitannya dengan keberadaan baik Tahala’ maupun Lebata ataupun Gana. Upacara-upacara ini sebenarnya masih bisa diperinci lagi penjelasannya. Namun, sebagai sebuah gambaran umum, penjelasan di atas sudah mencukupi.


[1] Animisme adalah suatu aliran kepercayaan yang mengakui keberadaan roh-roh halus yang mengatur kehidupan manusia dan alam. Roh-roh ini dipercaya tinggal di benda-benda yang disakralkan oleh manusia.
[2] “The Phenomenon of ‘Kempunan’: Lessons in Life from Food and Drinks” adalah artikel yang ditulis oleh Rambang Ngawan, OP dalam kerjasama dengan Penulis  dan Sutimbang Ngawan, S.Pd. Tulisan ini pertama-tama adalah artikel lepas yang kemudian dimuat dalam blog pribadi: http://dontimbang.blogspot.com/2013/07/the-phenomenon-of-kempunan-lessons-in.html, diakses pada tanggal 10 November 2013.
[3] Ulun adalah beban adat yang ditanggungkan kepada seseorang akibat perbuatannya yang salah. Beban adat ini bisa berupa uang, hewan, ataupun benda-benda adat (gong, mandau, dll).
[4] Betang adalah rumah adat orang Dayak yang berbentuk rumah panjang. Satu rumah bisa terdiri dari ratusan bilik. Setiap biliknya dihuni oleh satu keluarga.
[5] Bilik, kamar.
[6] Pembantu, kuli, budak.
[7] Roh halus (semacam hantu) yang masih hidup bersamadengan manusia di dunia.
[8] Pohon yang memiliki ukuran (diameter) cukup besar.
[9] Badi merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut kesialan yang dialami manusia akibat tindakannya melecehkan keberadaan Gana atau Lebata. Penyebutan Badi selalu dalam hubungannya dengan kedua roh tersebut. Badi bisa berupa penyakit ataupun kematian.
[10] Tuah sama dengan keberuntungan.
[11] Roh atau jiwa manusia.
[12] Makanan (khusus untuk roh halus).
[13] Minuman beralkohol (biasa terbuat dari beras ketan yang diberi ragi) yang sering digunakan dalam upacara-upacara adat orang Uud Danum.
[14] Semacam malaikat pelindung dalam tradisi Kekristenan.
[15] Senjata adat orang Dayak dalam bentuk parang/golok.

0 komentar
Label: , , , ,

MANUSIA HIDUP DAN MATI: Manusia Dalam Upacara Dalo’ Suku Dayak Uud Danum Serawai

Oleh Trio Kurniawan

Pendahuluan
Masyarakat Dayak Uud Danum[1] (atau sering pula disebut Dayak Ot Danum-Ngaju) adalah masyarakat adat yang hidup di bumi Kalimantan. Suku ini termasuk dalam 6 suku Dayak terbesar yang ada di Kalimantan. Suku Dayak Uud Danum terbagi atas 61 suku-suku kecil. Salah satu suku kecil ini bermukim di Kecamatan Serawai, Kab. Sintang, Kalimantan Barat.
Kematian merupakan tema sentral dari kehidupan masyarakat Uud Danum. Ada berbagai macam kekayaan mitos yang terkandung dalam tema ini. Ada banyak upacara dan ritual adat di dalam kehidupan masyarakat Uud Danum, namun tak ada satupun yang lebih besar dan agung daripada upacara kematian.
Dalam seluruh perjalanan kehidupan masyarakat ini, upacara kematian menjadi semacam upacara “puncak” pengembaraan manusia di dunia. Upacara kematian ini dinamakan Upacara Dalo’, yaitu upacara untuk mengantar arwah yang sudah mati menuju tempat kediaman abadi. Bagi masyarakat Dayak Uud Danum, tempat ini adalah tempat yang indah di mana Dia Yang Mahatinggi (Tahala’) berada. Masyarakat Uud Danum percaya bahwa orang yang telah mati akan berkumpul lagi dengan keluarganya di tempat itu. Mereka akan tinggal di betang-betang[2]nya masing-masing.
Untuk sampai ke tempat itu, mereka percaya bahwa diperlukan upacara untuk menghantar arwah yang telah meninggal. Jika arwah orang yang telah meninggal itu tidak dihantar, mereka akan tetap hidup di sekitar orang-orang yang masih mengembara di bumi dan mengganggu keseimbangan alam manusia yang masih hidup; kematian mereka tidak sempurna.
Upacara ini bisa dikatakan sebagai upacara pemakaman yang kedua. Upacara pemakaman yang pertama dilakukan ketika orang baru saja meninggal. Setelah beberapa waktu orang ini dikuburkan, kuburan ini akan digali lagi dan tulang-belulangnya akan dipindahkan ke suatu tempat yang baru. Inilah yang dimaksud dengan Upacara Dalo’ (Upacara Angkat Tulang).

Upacara Dalo’: Mengantar Arwah ke Betang Abadi
Pesta Dalo’ dibagi menjadi dua tingkatan yaitu Dalo’ Nahpeng dan Dalo’ Kodiring. Dalo’ Nahpeng adalah Dalo’ yang tidak dibuat Kodiring (rumah tulang) dan tulang tidak diangkat dari kuburnya. Tetapi hanya kuku atau rambut saja yang di pahat pada Sopundu’[3]. Jika hal ini dilakukan, maka diyakini sang arwah di alam baka hanya mempunyai sebuah Takun (kamar) di dalam rumah (betang) yang permanen. Dalo’ Ngodiring maksudnya adalah upacara adat Dalo’ dengan membuat Kodiring (rumah tulang). Jika hal itu dilakukan maka bagi arwah orang yang di Dalo’ di alam baka akan mempunyai sebuah Lovu (rumah yang sangat permanen). Pada upacara Dalo’ ini, jika penyelenggaraannya membunuh kerbau, maka selain Torasch[4] dan Sopondu’, juga harus mendirikan Sokalan (semacam tiang dari kayu belian besar dan tinggi, pada puncaknya ditempatkan sebuah tempayan).
Pesta Dalo’ dibuka dengan upacara Nohkak Ucak (menumbuk padi). Upacara ini dilakukan pertama-tama untuk memberitahu Tahala’ bahwa tuan rumah akan mengadakan pesta mengantarkan arwah keluarganya yang telah meninggal sehingga Tahala’ berkenan mengijinkan dan memberkati pesta ini.
Dalam upacara Dalo’ ini, Sopundu’ termasuk benda sentral dalam upacara. Sopundu’ tidak langsung dipasang/ditancap di halaman rumah. Ada upacara awal yang dilaksanakan untuk memasang Sopundu’. Upacara ini disebut Ngitot Sopundu’ (mengantar Sopundu’). Setelah upacara ini selesai, barulah Sopundu’ bisa didirikan. Pada jaman dahulu, tuan rumah akan meletakkan kepala manusia di bawah Sopundu’ untuk menjadi kurban/tumbal bagi Sopundu’ tersebut. Kepala manusia ini diperoleh dari mengayau. Namun kebiasaan ini telah dihentikan sejak disepakatinya perjanjian Tumbang Anoi[5] di bumi Kalimantan. Pada tiang Sopundu’ ini biasanya digantung kepala hewan kurban. Kepala ini dimaksudkan sebagai ucapan syukur kepada Tahala’.
Orang Uud Danum percaya bahwa roh Sopundu’ inilah yang akan menjadi budak bagi arwah yang dihantarkan itu. Budaknya ini akan melayani arwah yang dihantarkan itu saat telah berada di Betang abadi. Budaknya inilah yang akan mencuci pakaian, memasak, berburu, ataupun mencari kayu bakar untuk tuannya. Segala macam peralatan yang akan dipakai oleh budak ini nanti dipersiapkan dalam upacara Puhkung[6].
Upacara terakhir yang sangat penting adalah mengantarkan tulang ke Kodiring/Sandung. Kodiring adalah sebuah rumah kecil berbentuk betang. Rumah ini berfungsi untuk menampung tulang-belulang sanak keluarga yang telah menjalani pesta Dalo’. Kodiring ini adalah miniatur surga bagi arwah yang telah meninggal. Pada jaman dahulu, ada kebiasaan untuk mengabukan tulang-tulang tersebut sehingga yang dibawa masuk ke Kodiring adalah abu dalam guci kecil. Pengabuan ini dimaksudkan sebagai penghapusan dosa dan salah dari arwah yang telah meninggal. Namun kebiasaan ini telah lama ditinggalkan. Tulang belulang orang yang dipestakan ini dibawa oleh suami, istri ataupun anak-anaknya. Untuk membawa tulang ini, ia harus mengenakan Takui Dalo’, mandau dan kain penggendong. Tulang belulang ini diletakkan di dalam kain tersebut. Upacara pengantaran terakhir ini disebut Naloh. Dengan dihantarkannya tulang-belulang ini ke Kodiring, masyarakat Uud Danum meyakini bahwa arwah yang dihantarkan telah sampai ke Betang abadinya. Untuk mengusir segenap roh jahat ataupun Otu’ (hantu) yang mengikuti masyarakat selama pesta Dalo’, diadakanlah Hopohau’[7].

Ketuhanan dan Kemanusiaan Orang Uud Danum Serawai
Dari seluruh rangkaian pesta Dalo’ ini, ada dua hal besar yang diyakini oleh masyarakat Uud Danum berkaitan dengan ketuhanan dan kemanusiaan, yaitu:
1.      Masyarakat Uud Danum mempercayai adanya Dia Yang Tinggi, yang mereka sebut sebagai Tahala’[8]. Tahala’ ini adalah pribadi yang transenden, tak tertandingi. Tahala’ inilah yang mengatur hidup atau mati, kesuburan atau kegagalan panen. Karena itu, arwah orang yang telah mati akan dihantarkan kembali kepada Tahala’ sehingga Tahala’ akan menjaga lagi arwah orang tersebut di dalam kehidupan yang baru.
2.      Masyarakat Uud Danum percaya bahwa ada kehidupan lagi setelah kematian.[9] Pertanyaan mendasar yang muncul di benak mereka adalah: kemanakah arwah manusia pergi setelah ia mengalami kematian? Hilangkah jiwa dan raganya? Pertanyaan ini terjawab ketika mereka mengalami mimpi. Dalam mimpi tersebut, mereka berjumpa dengan arwah sanak keluarga yang telah mati. Karena itu, mereka kemudian meyakini bahwa ada kehidupan setelah kematian. Masyarakat Dayak Uud Danum percaya bahwa mereka (arwah-arwah) tetap memiliki jiwa dan raga yang utuh karena pada saat bermimpi mereka menjumpai arwah tersebut dalam bentuk utuh. Dengan kata lain, manusia dalam pandangan suku Dayak Uud Danum bersifat immortal (abadi) baik jiwa dan raganya. Karena itulah orang-orang yang telah mati ini tetap diberi makan (pacuh[10]) oleh anggota keluarga yang masih hidup. Dengan kata lain, ada realitas baru dan berkelanjutan sesudah kematian. Manusia yang telah mati tidak akan kehilangan identitasnya jika ia mati. Karena itu, kehidupan di dunia yang selanjutnya ini perlu dipersiapkan. Namun demikian, mereka belum dapat menjelaskan keabadian tubuh fisik secara logis selain hanya bersumber dari “penglihatan” dalam mimpi.

Manusia Uud Danum Serawai: Para Manusia Di Dalam Perjalanan
Upacara Dalo’ menunjukkan bagaimana manusia Uud Danum memaknai keberadaan mereka di dunia. Ketika kematian menjemput mereka di dunia, itu bukanlah akhir dari segala-galanya. Masih ada kehidupan yang tampaknya sama persis di Betang Surgawi. Masih ada kayu-kayu yang dipotong untuk dijadikan kayu bakar. Masih ada air jernih di sungai yang bisa diangkut ke betang.
Pola kehidupan yang berulang semacam ini menegaskan bahwa manusia Uud Danum adalah mereka yang tak pernah berhenti berjalan melintasi titik-titik kehidupan entah di dunia maupun setelah mereka meninggal. Mereka terus hidup. Kematian hanyalah semacam gerbang bagi mereka untuk memasuki keabadian dimana tubuh dan jiwa mereka tidak pernah hancur dan binasa.
Pertanyaanya, apakah segala macam kejahatan dan kebaikan mereka di duna ini “dihitung” sebagai “tiket” mereka untuk memasuki keabadian? Manusia Uud Danum tampaknya tidak memiliki gagasan semacam ini dalam tradisi mereka. Gagasan ini menjadi hidup ketika Kekristenan dan Islam masuk di Kec. Serawai beberapa tahun lalu.
Bagi manusia Uud Danum, kebaikan yang mereka lakukan itu semata-mata demi menjaga harmoni alam. Ketika alam mengalami harmoni, tentu mereka sendiri yang menikmatinya. Mereka meyakini bahwa segala macam kehancuran, penderitaan, dan kerusakan pada kehidupan disebabkan oleh perbuatan manusia yang berbuat salah kepada alam ataupun roh-roh yang ada di pohon-pohon keramat. Itulah sebabnya beberapa manusia Uud Danum menganut panteisme hingga saat ini. Akar-akar panteisme masih terdapat dalam kehidupan mereka dewasa ini.
Cara mereka memandang kehidupan seperti ini jelas menunjukkan pola relasi mereka dengan 3 pribadi penting dalam hidup manusia Uud Danum: Tahala’, alam dan sesama. Manusia Uud Danum yang masih hidup di dunia menjaga pola relasi yang harmonis untuk ketiga subjek tersebut. Manusia tinggal di alam dan alam dijaga oleh manusia. Jika manusia merusak sesamanya dan alam, Tahala’ akan marah. Dengan demikian, ketiganya tak terpisahkan.
Manusia Uud Danum tak bisa berelasi langsung dengan Tahala’ karena Ia adalah Realitas yang jauh, yang tak tersentuh. Sebagai perbandingan, orang Kristiani dapat berelasi dengan Allah lewat doa dan peribadatan. Tidak demikian dengan manusia Uud Danum. Mereka mengakui adanya Tahala’, tapi Ia tak tersentuh. Dalam peribadatannya, manusia Uud Danum mempersembahkan segala makanan atau hasil buminya bukan kepada Tahala’, melainkan kepada roh-roh halus yang menguasai pepohonan, tanah atau sungai.
Bagaimana pola relasi mereka dengan alam? Manusia Uud Danum sangat menghormati alam karena dari alamlah mereka dapat hidup dan menetap. Ada 3 hal dari alam yang tak bisa dipisahkan dari manusia Uud Danum yaitu sungai, tanah dan hutan. Pada 3 komponen itulah mereka menjalankan aktifitas mereka sehari-hari.
Dalam prinsip manusia Uud Danum, mereka boleh saja menggunakan alam namun tak boleh serakah dan seenaknya tanpa “ijin” dari penunggu hutan tersebut. Alam boleh digunakan sejauh itu untuk mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari. Dengan demikian, konsep “kaya raya” akan uang tak terlalu memiliki pengaruh pada manusia Uud Danum dulu. Mereka bisa disebut kaya jika memiliki banyak manusia jihpon.[11] 
Pada saat akan membuka ladang, misalnya, manusia Uud Danum akan mengadakan ritual membuka ladang terlebih dahulu untuk meminta ijin kepada roh yang menjadi penunggu tanah atau hutan dimana mereka akan berladang. Dalam ritual tersebut, pacuh akan diberikan kepada roh-roh halus yang dipercaya berada di situ. Jika manusia Uud Danum tidak melakukan ritual semacam ini, diyakini bahwa hasil ladangnya tak akan maksimal, bahkan peladang akan terkena bani. Bani adalah penyakit yang datang tiba-tiba kepada seseorang karena orang tersebut membuat roh-roh halus tersinggung, atau juga jika seseorang melewati wilayah roh-roh halus tanpa minta ijin.
Jika membuka ladang, orang Uud Danum tak boleh serakah. Mereka harus menggunakan tanah secukupnya. Mengapa? Karena setelah 2 atau 3 kali tanah itu digunakan untuk berladang, tanah itu akan ditinggalkan dan dibiarkan kembali sampai menjadi hutan. Inilah yang oleh orang modern disebut sebagai metode ladang berpindah. Ketika membuka ladang ini ditunjukkan bagaimana orang Uud Danum menjalin relasi dengan sesamanya.
Seseorang tidak dapat membuka ladangnya sendirian karena ladangnya tentu luas dan perlu menebang pohon-pohon agar terlihat lebih lapang. Untuk tujuan itulah kegiatan handop diperlukan. Handop adalah kegiatan yang dilakkan oleh manusia Uud Danum secara beramai-ramai untuk membuka ladang seseorang. Kegiatan ini dilakukan secara ikhlas dan tanpa bayaran. Si empunya ladang biasanya hanya menyediakan makanan secukupnya untuk semua orang yang bekerja. Handop ini dilakukan secara bergiliran. Jika saat ini si A yang membantu, maka disaat lainnya ia yang ikut membantu handop di ladang orang lainnya.
Beberapa gagasan kecil yang dimunculkan dari pengalaman keseharian manusia Uud Danum dalam berelasi dengan Tahala’, alam dan sesamanya menunjukkan bagaimana mereka hidup dalam kemanusiaan mereka di dunia. Cara berpikir manusia Uud Danum sederhana dalam memandang kosmologi. Bagi mereka, keharmonisan menjadi hal yang utama. Ketidakseimbangan berarti kehancuran.
Apa yang terjadi setelah kematian memang tak sejelas apa yang terjadi dalam kehidupan di dunia orang hidup. Namun demikian, mereka meyakini adanya keberlanjutan antara hidup dan mati. Setelah kematian, masih ada kehidupan yang tampaknya sama persis dengan apa yang mereka jumpai di dunia orang hidup.
  
Penutup
Demikianlah manusia Uud Danum mencoba untuk terus menggulati dunia ketuhanan dan kemanusiaan dalam hidup mereka. Pergulatan ini tak akan pernah berhenti karena mereka masih terus mengembara di dunia. Mereka masih bergulat dengan ke-ada-an mereka dan penyebab segala sesuatu yang ada. Mereka masih terus menggulatinya dalam perjalanan bersama alam bumi Kalimantan Barat. Bumi yang terus menjaga dirinya.
Upacara Dalo’ dapat menggambarkan antropologi manusia Uud Danum. Ada banya hal yang sebenarnya tersembunyi di balik upacara ini. Namun dimensi misteri yang terkandung dalam upacara ini justru akan semakin membuat refleksi atasnya semakin mendalam.
Manusia Uud Danum terus bergulat dalam kemanusiaannya, entah di dunia orang hidup ataupun di dunia orang mati. Mereka mengembara dari satu kehidupan ke kehidupan berikutnya. Hidup tak terhenti dalam jejak-jejak kaki mereka. 



DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta:Kanisius. 1993.
Fox, James J. Agama dan Upacara. Jakarta: Buku Antar Bangsa. 2002.
K., Soemargono. Kalimantan Barat: Profil Provinsi Republik Indonesia. Jakarta: Yayasan Bhakti wawasan Nusantara. 1992.
Runs, Dagobert, D. Dictionary Of Philosopy. America: Littlefield, Adams & CO. 1956.


Sumber Lisan:
F.X. Ngawan



[1] Secara etimologi, Uud Danum berarti hulu air (Uud: hulu, Danum: Air). Jadi, suku Uud Danum adalah kelompok suku Dayak yang bermukim di bagian hulu sungai.
[2] Rumah Betang (sebutan untuk rumah adat di provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah), merupakan rumah yang dihuni oleh masyarakat Dayak.
[3] Sopundu’ adalah sebuah patung manusia yang terbuat dari kayu Tebelian (Ulin/kayu besi).
[4] Torasch adalah tiang kayu panjang yang ujungnya seperti mata tombak. Kayu ini terbuat dari kayu Tebelian.
[5] Pertemuan pada tanggal 1 Januari 1894 di Tumbang Anoi ini membahas tentang kesepakatan untuk berhenti mengayau dan membebaskan para jihpon (budak)
[6] Semacam tarian roh yang dilakukan pada malam saat tulang masih berada di pondok dekat rumah tuan pesta.
[7] Hopohau’ yaitu semacam permainan masyarakat yang mengikuti pesta Dalo’. Orang-orang yang mengikuti pesta Dalo’ saling melempar ataupun melumuri badan dengan oli bekas, minyak rambut, lumpur, minyak goreng bekas, dan bahkan kotoran babi dan sapi.
[8] Bisa dilihat pada upacara pendirian Sopundu’. Masyarakat meletakkan kepala kerbau sebagai ucapan syukur pada Tahala’ (atau masih banyak contoh lainnya).
[9] Ada banyak contoh dalam upacara ini, mis.: makna pada patung sopundu’, persiapan lovu’, penempatan tulang pada kodiring, dll.
[10] Upacara kecil untuk memberi makan arwah orang yang sudah meninggal. Upacara ini biasa dilakukan pada saat anggota keluarga yang masih hidup melaksanakan pesta. Caranya yaitu dengan melemparkan makanan (ayam, nasi dll) ke luar rumah menggunakan tangan kiri.
[11] Manusia jihpon adalah mereka yang dijadikan budak pada orang-orang kaya Uud Danum. Semakin banyak budaknya, semakin kaya orang tersebut. Biasanya, manusia jihpon ini “digunakan” pada saat upacara-upacara adat Uud Danum. Pada pesta Dalo’ biasanya kepala salah satu manusia jihpon ini yang digunakan sebagai tumbal untuk sopundu’ yang digunakan pada upacara tersebut.

0 komentar
 
The Ngawan © 2014 | Birds with the same feather flock together.