Oleh Trio Kurniawan
Tak terasa sudah lewat
setengah tahun semenjak saya bukan lagi seorang frater. Maafkan jika saya masih
membahas tentang masa-masa saya sebagai frater lagi. Anggap saja saya belum move on. Masih ada banyak hal yang
sebenarnya masih menggantung dalam benak saya. Lagipula, saat ini saya belum
bisa tidur (00.30 WIB). Saya menghabiskan malam Minggu saya di hadapan laptop.
Bercumbu dengan skripsi, selingkuh dengan kopi.
Beberapa hari yang
lalu, ada seorang mantan murid saya yang bertanya: “Kak, udah move on belum dari seminari?” Berhadapan
dengan pertanyaan semacam ini, saya sendiri tidak tahu harus menjawab apa. Jelas
saya belum bisa move on. Hellooo... Saya
sudah hampir 8 tahun menjalani hidup di seminari. Tentu tak semudah membalikkan
telapak tangan. Lagipula, sahabat-sahabat saya semuanya ada di seminari. Jadi,
begitulah saya menjawab pertanyaan murid saya tersebut.
But, life must go on! Bagi saya, ada hal lain lagi yang harus saya
jalani. Ada jalan baru membentang di hadapan saya. Segala kemapanan yang saya
dapatkan saat di seminari dulu sekarang diuji pada medan baru. Saya menikmati
setiap tantangan baru semacam ini. Benar apa yang dikatakan salah satu sahabat
saya: “Mulai sekarang, kita permainkan hidup. Jangan sampai hidup yang
mempermainkan kita!”
Walaupun ada banyak hal
baru yang saya harus hadapi, tapi ada beberapa hal yang tetap bertahan. Ada beberapa
hal yang sudah terlanjur membuat saya jatuh cinta. Salah satunya adalah
FILSAFAT. Saya jatuh cinta pada ilmu ini. Saya tidak tahu bagaimana ilmu ini
akhirnya bisa menjadi bagian dalam diri saya. Saya sadar, dengan IPK yang
pas-pasan di kampus, tentu memahami Filsafat secara utuh sangatlah sulit bagi
saya. Tapi cinta tetaplah cinta. Cinta saya pada Filsafat benar-benar buta!
Ada banyak teman yang
mempertanyakan pilihan saya yang tetap menekuni Filsafat sebagai jalan saya. Dengan
enteng saya selalu menjawab: “Sudah
terlanjur. Tinggal setahun.” Faktanya, saya memang sangat menyukai ilmu ini.
Bayangkan, saya yang
adalah seorang anak pedalaman Kalimantan Barat, yang waktu kecilnya dulu
bergelantungan di hutan sebagai taman bermain saya, kini dengan polosnya
menekuni Filsafat, ilmu yang datang dari negeri antah berantah. Ya, antah
berantah menurut saya karena tak satu pun wilayah di dunia yang sebenarnya bisa
meng-klaim dirinya sebagai tempat lahirnya Filsafat.
Saya tidak peduli
pendapat orang-orang agar saya mengganti jurusan karena Filsafat sendiri
bukanlah jurusan yang “tepat” dalam hal penitian jenjang karir di dunia awam. Dosen
saya dulu pernah mengatakan bahwa Filsafat adalah ilmu bagi mereka yang sudah
mapan, yang memiliki banyak waktu luang untuk berpikir. Saya sendiri tidak mapan.
Tidak pandai. Tidak mampu berdiam terlalu lama untuk berefleksi. Tapi apa
salahnya mencoba. Apa salahnya mendobrak pendapat dosen saya tersebut. Selama itu
masih pendapat, bagi saya tidak masalah jika ditabrak.
Dan, itulah jawaban
saya atas pertanyaan: mengapa Filsafat? Karena saya terlanjur jatuh cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar