Beberapa dari kita
mungkin sudah pernah atau bahkan sering mendengar tentang percakapan terkenal
antara Romeo dan Juliet di drama romantis dan tragis karya William Shakespear, Romeo & Juliet. Satu pernyataan dari
Romeo kepada Juliet yang berhubungan dengan judul artikel ini: “Apalah
arti sebuah nama!” Jikalau
kita melihat dengan seksama, pernyataan dari Romeo ini bukanlah sebuah
pertanyaan yang mengharapkan jawaban yang memberikan uraian tentang makna dari
sebuah nama, melainkan pernyataan ini hendak meyakinkan kita bahwa nama
tidaklah memiliki arti, atau dengan kata lain sebuah nama jikalau memiliki
arti, arti tersebut patutlah diragukan kebenarannya. Pernyataan Romeo ini
sebenarnya adalah penyangkalan dan juga suatu bentuk pemberontakan terhadap
perselisihan antara dua keluarga, yaitu keluarga Romeo dan Juliet sendiri. Nama
keluarga yang dimiliki oleh Romeo ataupun Juliet seakan-akan menjadi petanda status sosial dan akhirnya
mengisyaratkan kebencian. Perselisihan
ini menjadi tembok pemisah jalinan asmara antara Romeo dan Juliet. Kobaran api
asmara antara kedua insan muda ini mencoba untuk membakar habis tembok pemisah
cinta mereka.
Apalah arti sebuah
nama. Pernyataan ini seringkali terselip di lidah kita, tanpa terkecuali si penulis.
Pernahkah kita bertanya tentang hal-hal penting yang kita bisa pelajari dari
topik yang menjadikan ‘nama’ sebagai pokok bahasan? Pernahkah kita bertanya
apakah nama yang kita miliki mau mengatakan sesuatu tentang diri kita? Atau
kemudian kita bersikap skeptikal setelah menyadari bahwa nama yang kita miliki
tidak memiliki arti apapun dan akhirnya berkata juga, “Apalah arti sebuah nama.” Maka dari itu, untuk menjembatani
keraguan kita tersebut, artikel ini mencoba untuk mengulas secara filosofis dan
teologis sebuah materi yang berhubungan dengan ‘nama’: hubungan nama dengan kuasa, nama
sebagai penunjuk identitas dan akhirnya hubungan
nama dengan keselamatan Kristiani.
Rahmat
Untuk Memberi Nama
Kita telah diberi
rahmat untuk memberi nama atau menamai. Di Kitab Kejadian, kita masih ingat
disaat Allah selesai menciptakan semesta alam beserta segala isinya, Allah
memberikan kepada manusia suatu rahmat untuk menamai segala makhluk hidup yang
ada di atas langit, di laut dan di dalam bumi di bawah. Rahmat ini tentu saja
diperuntukkan bagi manusia, bukan kepada makhluk ciptaan Allah yang lainnya,
karena sejak dari awal Allah menghendaki manusia untuk ambil bagian dalam karya
penciptaan. Dengan menerima rahmat ini, kita juga diajak oleh Allah untuk
menjadi penyalur rahmat dan bersama dengan Allah kita berani berseru, “Semua
ini baik adanya. Nama ini baik adanya.”
Selain daripada itu,
rahmat untuk memberi nama atau menamai hendak mengatakan sesuatu hal yang
sangat penting kepada kita, yaitu kuasa. Salah satu tujuan Allah agar
Adam menamai segala makhluk yang telah Ia ciptakan ialah dengan menerima rahmat
ini, Adam juga memiliki kuasa atas segala makhluk ciptaan-Nya. Seperti apa yang
kita ketahui dari Kitab Kejadian, Allah berfirman, “… .Mereka akan berkuasa atas segala ikan di laut, burung di udara, dan
semua binatang, yang jinak dan liar, yang besar dan yang kecil” (Kejadian
1:24). Ia juga menghendaki agar semua binatang ini menjadi teman bagi manusia
(Kejadian 2:18-20). Namun, seperti apa yang dikatakan di film Spiderman, ‘semakin besar kuasa yang kita miliki, semakin besar pula tanggung
jawab yang harus kita emban’.
Nama:
Kuasa yang Kita Terima!
Sekarang kita sudah
tahu bahwa rahmat yang kita miliki untuk memberi nama, secara langsung menjadikan
kita memiliki kuasa. Untuk hal ini, kuasa harus dilihat secara positif. Jika
kita melihat dari sisi emosi kita sebagai manusia, dengan memiliki rahmat untuk
menamai, kita punya kuasa atas perasaan-perasaan kita. Ini sangat penting,
karena perasaan manusia terkadang bisa menghancurkan. Misalnya, disaat sedang
beragumen dengan seorang teman kita, kita merasa ada dorongan dari dalam diri
kita yang sepertinya sulit untuk dikendali. Jantung kita mulai berdetak
kencang, kita mulai mengepalkan tangan kita, suhu tubuh mulai naik beberapa
Celsius, raut wajah kita berubah sangar dan memerah dan kita mulai ingin
melayangkan satu atau dua tonjukan keras ke arah muka teman kita tersebut.
Perasan-perasaan aneh ini haruslah cepat kita atasi dengan memberi nama
terhadap perasaan tersebut. Kita kemudian menamai perasaan ini sebagai amarah. Dengan menamai perasaan ini
sebagai amarah, kita akhirnya punya kuasa atas amarah kita dan dengan segera
mengambil tindakan agar amarah kita bisa diredami. Namun sayangnya seringkali
kita kurang dewasa untuk menyikapi amarah kita dan tidak memperdulikan perasaan
kita sehingga akhirnya berakibat buruk terhadap diri kita dan juga orang lain.
Apapun bentuk perasaan
yang sering mucul di dalam diri kita, misalnya hati yang berbunga-bunga saat si
dia ada di samping kita yang merupakan tanda jatuh cinta, tiba-tiba saja kita ingat akan kedua orangtua kita
yang sedang berada di kampung halaman yang merupakan tanda bahwa kita sedang rindu, tiba-tiba saja segala yang telah
kita lakukan sepertinya tidak menghasilkan apa-apa yang merupakan tanda kecewa, dan sebagainya, haruslah segera
kita namai. Dengan demikian kita memiliki kuasa atas perasaan-perasaan kita dan
segera mengambil langkah yang tepat atas perasaan-perasaan kita tersebut.
Nama:
Jalan Menuju Penyembuhan
Selain mengetahui efek
dari menamai terhadap emosi kita, rahmat untuk menamai juga mengantar kita pada
penyembuhan. Prinsipnya tetap sama, dengan menamai sesuatu kita memiliki kuasa
atas hal tersebut. Hal ini tampak dalam kisah Zakaria yang menjadi bisu karena
tidak percaya akan perkataan malaikat yang menyatakan bahwa Elisabet isterinya
akan mengandung meskipun diusia yang sudah tua. Pelepasan Zakaria dari ikatan
yang mengekang lidahnya terjadi ketika ia diminta pendapat oleh para tetangga dan
sanak keluarga Elisabet tentang nama yang pantas untuk bayi sepupu Yesus itu.
Kemudian Zakaria mulai menulis, “Namanya adalah Yohanes.” Seketika itu
juga Zakaria kembali bisa berbicara secara normal dan memuji Allah. Dari
peristiwa ini kita kemudian yakin bahwa memberi nama adalah salah satu jalan
menuju kesembuhan.
Tentu saja ini bukan
berarti dengan menamai seseorang semata, kita akan disembuhkan dari suatu
penyakit. Yang penulis hendak sampaikan adalah pentingnya nama dari sudut
pandang dunia medis. Kita masih menggunakan prinsip yang sama yaitu dengan
menamai sesuatu kita memiliki kuasa atas hal tersebut. Contohnya bisa kita
lihat berikut ini. Suatu ketika Adit merasakan nyeri yang sangat menyakitkan di
perutnya. Asumsi pertama dari Adit adalah ia sedang mengalami sakit perut biasa.
Kemudian Adit meminum obat sakit perut untuk meredakan nyeri yang ia rasakan.
Namun hasilnya percuma, Adit masih merasakan sakit di perutnya dan kali ini
lebih menyakitkan. Adit lalu mencoba untuk pergi ke dukun supaya mendapatkan
penyembuhan secara tradisional. Celakanya, hasilnya tetap sama, nyeri di perut
Adit semakin menjadi-jadi. Terakhir, Adit pergi ke rumah sakit untuk
melaksanakan checkup. Setelah
didiagnosis ternyata Adit mengidap penyakit batu ginjal. Pihak rumah sakit
menyarankan Adit untuk melaksanakan operasi pengangkatan batu ginjal tersebut.
Contoh di atas hanya
mau mengatakan bahwa setelah mengetahui nama penyakit yang sedang Adit alami,
pihak medis mengambil tindakan atau solusi yang seperlunya guna kesembuhan
Adit. Sekarang mari kita beranjak ke dunia spiritualitas. Sekedar berbagi
pengalaman, penulis telah beberapa kali ambil bagian dalam ritual pengusiran
setan (exorcism) yang dilakukan oleh
para imam-imam Katolik. Salah satu cara untuk mengalahkan kekuatan setan yang
sedang merasuki seseorang adalah dengan menanyakan nama roh jahat yang merasuki
orang tersebut. Ini dikarenakan roh jahat memiliki kebiasaan untuk
menyembunyikan identitas mereka sehingga jangan sampai diketahui. Di beberapa
buku tentang ritual pengusiran setan (exorcism)
yang penulis pernah baca, untuk kasus yang berat roh jahat tersebut memiliki
nama yang juga bisa kita temukan di Kitab Suci seperti Setan, Lusifer, Zebulun,
Meridian, Asmodeus, dan sebagainya. Apabila nama roh jahat tersebut telah
diketahui, pembebasan akan dengan mudah terjadi karena para eksorsis langsung menemukan
cara seperti apa untuk mengalahkan roh jahat tersebut. Prinsipnya sama, dengan
mengetahui nama roh jahat tersebut kita atas rahmat dari Allah akan memiliki
kuasa terhadap roh jahat ini dan mematahkan kekuatannya.
Sama halnya dengan
pengakuan dosa. Pengakuan dosa adalah salah satu cara untuk mematahkan kekuatan
setan karena disaat kita mengakui dosa-dosa kita, setan tidak punya tempat
untuk bersembunyi dan setan sangat tidak ingin diketahui. Dengan menamai
dosa-dosa dan kesalahan yang telah kita lakukan, identitas setan akan
terbongkar dan akhirnya kita dipersatukan kembali dengan Allah. Namun sayangnya,
banyak sekali umat Katolik yang belum sadar dan mengerti betapa pentingnya sakramen tobat terlebih untuk
masa-masa sekarang dimana antara yang baik dan yang jahat sudah dibuat kabur.
Gereja Katolik selalu mengajarkan agar kita sesering mungkin untuk menerima
sakramen tobat. Tujuannya adalah agar kita dengan layak dan pantas serta dengan
penuh kerendahan hati memanggil kembali Allah sebagai Bapa kita.
Sebuah
Nama Baru
Sekarang kita hendak
bertanya, apakah namaku memiliki arti? Beberapa dari kita bangga akan nama yang
kita miliki karena nama tersebut memilki arti yang bagus dan kita berusaha
untuk hidup dan berperilaku sesuai dengan arti dari nama tersebut.
Saudara-saudari kita keturunan Tionghoa memiliki tradisi yang unik didalam
memberi nama kepada bayi yang baru lahir. Beberapa dari nama tersebut memiliki
arti seperti bunga yang harum di pagi hari, angin sejuk yang berhembus, dan
sebagainya. Suku Dayak juga memiliki cara yang unik didalam menamai seorang
bayi yang baru lahir, dan juga suku-suku lainnya di Indonesia.
Namun beberapa dari
kita memiliki nama yang mungkin tidak berbicara tentang suatu arti di dalamnya.
Hendaknya kita tidak berkecil hati karena kita semua memiliki sebuah nama baru,
yaitu nama yang menjadikan kita sebagai pengikut Kristus, Kristen. Karena
rahmat sakramen Permandian, kita diangkat menjadi anak-anak Allah, berjanji
setia sebagai pengikit Kristus. Dalam kehidupan kita sehari-hari, di sekolah,
di kantor, di tempat kita bekerja dan di manapun juga, kita berusaha untuk
menampilkan identitas kita sebagai pengikit Kristus yang setia, anak-anak Allah
yang terkasih. Hal ini sesuai dengan diktum, agere sequitur esse atau doing
follows being atau setiap tindakan harus sejalan dengan kodrat
dari pelaku tindakan tersebut. Artinya, semua tindakan yang kita
lakukan haruslah sejalan dengan kodrat kita sebagai manusia. Begitu juga,
misalkan, dengan seekor anjing bahwa semua tindakan anjing tersebut haruslah
sesuai dengan kodratnya sebagai seekor anjing, bukan seekor ayam. Dan kita
sebagai seorang Kristen, setiap tindakan kita hendaklah sejalan dengan identitas
kita sebagai seorang pengikut Kristus dengan melaksanakan perintah kasih-Nya
serta ajaran-ajaran Gereja sebagai wakil Kristus di dunia ini.
Nama
yang Menyelamatkan
Akhirnya iman kita
sebagai orang seorang Kristen meyakinkan kita bahwa satu nama yang memiliki
kuasa untuk menyelamatkan adalah satu nama yang kudus, Yesus Kristus. Disaat
dunia terus mencoba untuk membuktikan bahwa Yesus bukanlah Tuhan, kita dengan
iman yang teguh yakin bahwa nama Yesus adalah nama yang menyelamatkan.
Pengalaman-pengalaman hidup kita sehari-hari telah mengajarkan kita bahwa dalam
nama Yesus, keselamatan terjadi. Sebelum kita berpergian, kita selalu membuat
tanda keselamatan dan dengan yakin berkata, “Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh
Kudus. Amin!” Kita yakin dalam nama Yesus, tidak ada satupun kekuatan maut yang
mampu melawan. Kita yakin bahwa dalam nama Yesus setiap lutut akan bertekuk,
setiap lidah akan mengakui kemuliaan Allah Bapa dan Dia-lah Tuhan untuk
selama-lamanya.
Apalah arti sebuah nama.
Sekarang kita yakin bahwa ‘nama’ memiliki arti yang luar biasa.
Penulis: Rambang Ngawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar