Label:

Perjalanan libur Natal dan Tahun Baru 2013

Pasar Serawai


Libur panjang akhir tahun merupakan hal yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang termasuk saya. Setelah berbagai macam rutinitas sepanjang tahun tentu saja kita menginginkan istirahat dan refreshing bersama keluarga, teman, maupun pacar.

Secara pribadi, liburan Natal kali ini merupakan kesempatan bagi saya untuk mengumpulkan data penelitian skripsi saya. Masih ada beberapa hal yang kurang lengkap. Saya ingin mewawancarai beberapa narasumber lagi. Kebetulan di skripsi saya membahas mengenai fonologi bahasa Dayak Uud Danum. Bisa dikatakan sambil menyelam minum air.

Saya beruntung karena libur Natal tahun ini saya ditemani pasangan saya, Santi. Bolehlah saya berbangga sedikit karena ini kali pertama saya liburan Natal dengan pasangan. Sebenarnya sudah jauh-jauh hari kami merencanakan untuk liburan di kampung. Karena Santi domisilinya di Sintang jadi kami memutuskan untuk merayakan Natal di Sintang. Kemudian baru tutup tahun di Serawai.

Santi begitu bersemangat untuk libur tahun baru di Serawai karena dia belum pernah tahun baruan di Serawai. Dia selalu bertanya bagaimana orang-orang di Serawai merayakan tutup tahun. Saya menceritakan kalau di Serawai umumnya setiap keluarga punya acara masing-masing di rumahnya. Berkumpul bersama keluarga sambil panggang-panggangan, menghidupkan api unggun, gunting kalender, menyalakan kembang api, setelah itu berdoa. Kalau mau yang ramai biasanya di kecamatan biasanya ada dangdutan. Semua orang berkumpul di sana sambil berjoget ria. Juga ada parade kembang api. Santi begitu tertarik mendengar ceritaku.

Tiket bis sudah kami pesan jauh-jauh hari, sebulan sebelumnya. Maklum biasanya libur Natal musim orang pulang kampung. Kalau kami pesan sehari sebelum berangkat kemungkinan besar tidak mendapatkan tiket. Tiket itu kami pesan untuk tanggal 21 Desember, 4 hari sebelum Natal. Harga tiket Pontianak-Sintang untuk bis besar Rp.110.000,- untuk satu orang.

Barang-barang telah kami siapkan. Satu tas penuh terisi pakaian kami berdua. Kami siap untuk berangkat. Kami menumpang bis malam, jadwal berangkatnya kira-kira pukul tujuh malam. Pukul enam lewat kami sudah menunggu di agen bis.

Sebelum berangkat biasanya saya minum obat Antimo, antisipasi mabuk kendaraan. Maklum perjalanan Pontianak-Sintang cukup jauh. Kira-kira 10 jam lamanya. Disamping itu jalan antara Pontianak-Sintang tidak terlalu bagus karena terdapat banyak jalan yang rusak. Butuh fisik yang kuat untuk perjalanan sejauh dan selama itu. Dulu saya sering KO karena tidak kuat dan tidak terbiasa dengan perjalanan jauh apalagi dengan menggunakan mobil ataupun bis.

Sepanjang perjalanan kami habiskan dengan tidur. Biasanya bis singgah di Sosok untuk istirahat dan makan. Pagi berikutnya kami sudah sampai di Sintang kira-kira pukul lima pagi. Sudah terang saat itu. Kami langsung dijemput oleh calon mertua (mamanya Santi) dan ipar dari Atambua namanya Ale.

Ada cerita lucu tentang si Ale. Ini kali pertama dia liburan di Sintang. Katanya selama perjalanan Pontianak-Sintang dia beberapa kali minta turun dari bis karena kelelahan. Mungkin pantatnya pegal. Setiap bis berhenti dikiranya sudah sampai padahal perjalanan masih panjang. Kemudian dia bercerita bahwa di kampungnya Atambua kalau jalan itu rusaknya cuma satu tempat saja, setelah itu mulus. “Tidur-tidur saja tau-tau sudah sampai,” begitu katanya. Lalu dia bandingkan dengan jalan di Kalbar ini. “Kita tidak bisa tidur dijalan. Baru merasa jalan enak belum lama sudah jalan rusak lagi. Aduuh, Sa tidak tahan.” Begitu jelasnya.

Merayakan Natal di Sintang
Berhubung Natal segera tiba, saya dan Ale berencana membuat Gua Natal. Kebetulan ini Natal pertama Ale di Kalimantan. Sebenarnya membuat Gua Natal ini idenya Ale. Dia membuat kerangka dari gua itu, saya hanya menyempurnakan saja dengan memberi warna. Kami menggunakan kertas koran karena tidak ada kertas semen. Karena dikerjakan berdua, Gua Natal itu selesai dalam sehari. Selain membuat Gua Natal kami mempercantik rumah. Kami mencat ulang jendela dan teralisnya.
Gua Natal Sederhana

Terakhir kali saya merayakan Natal di Sintang itu semasa SMA dulu. Waktu itu saya masih seorang seminaris di Seminari Sintang. Kalau tidak pulang kampung kami selalu merayakan Malam Natal dan Natal di gereja Katedral Sintang. Tidak banyak yang berubah dari gereja Katedral Sintang hanya perubahan warna interior karena dicat ulang.

Misa Malam Natal selalu semarak. Lagu Malam Kudus yang melegenda itu sudah siap untuk diperdengarkan. Gereja sudah penuh sesak dengan umat. Umat yang tidak mendapatkan tempat di dalam gereja juga bersesak-sesakan di bawah tenda yang disediakan oleh panitia. Bahkan untuk mencari tempat yang nyaman untuk duduk saja susah. Untuk situasi seperti itu kita harus rela bersesakan dan berpanas-panasan. Puji Tuhan kalau bisa mengikuti Misa dengan khidmat.

Misa Malam Natal langsung dipimpin oleh Mgr. Agustinus Agus. Pr, Uskup Sintang. Karena duduk di luar kami hanya bisa menyaksika perayaan misa dari layar infocus yang disediakan oleh panitia misa malam Natal.

Perjalanan ke Serawai
Serawai berjarak kira-kira 200 km dari kota Sintang. Ada dua jalur alternatif transportasi yang bisa digunakan bila hendak ke Serawai. Jalur transportasi primadona yang pertama tentu saja melewati jalur air menggunakan Speed Boat. Biaya (bisa disebut tambang) dari Sintang ke Serawai dengan menggunakan speed boat adalah 300 ribu Rupiah. Harga tambang ini disesuaikan dengan harga minyak (BBM). Makin mahal harga BBM makin mahal juga biaya tambang tersebut.

Jalur transportasi yang kedua adalah dengan menggunakan jalur darat. Jalur darat ini biasa dilalui dengan kendaraan sepeda motor. Karena medan yang sangat berat, sangat jarang orang menggunakan jalur darat ini. Hanya orang yang sudah terbiasa (fisik kuat dan hapal jalur) saja yang sering menggunakan jalur darat ini.

Ada dua rute yang biasa digunakan kalau kita ingin menggunakan jalur darat. Pertama, rute melalui nanga Tebidah, dan kedua melalui jalan Pinoh. Keduanya sama-sama memiliki medan yang berat dan berbukit-bukit. Jalan dalam rute ini belum beraspal, semuanya jalan tanah yang saat hujan becek bila kemarau berdebu. Untuk informasi saja, jalan darat ini sering digunakan Bapak saya bila ingin ke Sintang.

Dulu ada orang yang ngojeg menggunakan sepeda motor ke Sintang dengan menggunakan jalur darat ini. Biayanya kisaran 200-300 ribu Rupiah. Akhirnya karena medan yang begitu berat itu, tukang ojeg mikir berkali-kali untuk membawa orang ke Sintang.

Karena ingin hemat biaya, saya dan Santi memilih dua kali ganti kendaraan. Pertama menggunakan sepeda motor ke Pinoh, kemudian lanjut menggunakan speed boat dari Pinoh ke Serawai. Tambang Pinoh-Serawai 200 ribu Rupiah. Lumayan menghemat 100 ribu Rupiah.

Tanggal 28 pagi kami berangkat dari Sintang. Bisanya motoris (sebutan untuk pengemudi speed boat) membawa berangkat penumpangnya pukul 9 pagi. Sekarang jalur Sintang-Pinoh dapat ditempuh 1,5 jam dengan kecepatan 80 km/jam karena jalannya sudah mulus beraspal.

Perjalanan Pinoh-Serawai dengan menggunakan speed boat bermesin 40 HP kira-kira dilalui selama 4-5 jam lebih. Kalau kita berangkat pukul 9 pagi maka kemungkinan pukul 2 siang sudah sampai di Serawai.

Tidak banyak kegiatan yang kami lakukan selama di Serawai. Murni libur (makan tidur). Waktu itu Bapak sempat mendelegasikan (ciieh bahasanya) saya dan Santi untuk menjadi penyambut tamu pada sebuah pesta nikah adat menggantikan Bapak dan Mamak. Ada maksud terselubung dari Bapak, ternyata dengan menjadikan kami penyambut tamu secara tidak langsung saya mengenalkan Santi kepada orang-orang dan itu berhasil. Beberapa dari mereka bertanya,”Inikah dia?”, “Inikah calonmu Mbang?”. Saya menjawabnya dengan senyum dan anggukan kepala..hehe

***

Tahun baru di Serawai ternyata tidak sesuai harapan. Tidak ada acara di kecamatan seperti yang saya ceritakan pada Santi. Tidak ada dangdutan. Di rumah kami hanya menonton televisi. Tidak tampak semarak menyambut tahun baru seperti tahun sebelumnya. Selain itu, hujan turun lebih awal. Setelah misa tutup tahun murni tidak ada aktifitas di luar.

Beruntung beberapa saat sebelum pergantian tahun hujan reda. Orang-orang bergantian menyalakan kembang api. Kami hanya bisa melihat dari kejauhan. Anak-anak muda menggas motornya dengan sekencang mungkin. Ada yang knalpotnya sengaja dilepas agar suaranya semakin nyaring ketika digas. Habis itu Serawai sepi. Orang-orang mulai sibuk dengan mimpinya masing-masing.

***

Beberapa hari sebelum milir ke Pontianak, saya dan Santi menyempatkan untuk mudik ke Buntut Ponte. Santi ingin sekali mengunjungi neneknya. “Masa Can libur di Serawai ndak main ke tempat nenek?” begitu katanya. Lalu paginya kami mencari orang-orang yang hendak mudik ke Ponte. Kebetulan ada abang yang berkenan menjemput kami. Kami diantar menggunakan speed boat. Kira-kira 15 menit kami sudah sampai di Ponte.

Karena tanggal 3 Januari kami akan milir ke Sintang, jadi kami hanya tidur semalam di Ponte. Selama di Ponte kami menyempatkan untuk kandau (menunjungi) rumah keluarga. Setiap singgah kami selalu ditawari makanan. Itu sebabnya berat badan saya naik sampai 81 kg..hehe

Selalu ada kebahagiaan ketika mengunjungi keluarga di kampung. Telebih saya yang berkesempatan untuk berkenalan dengan keluarga dari pihak Santi (calon istriku) mereka sangat baik pada saya. Apalagi nenek. Beberapa waktu yang lalu saat pertama kali kami (saya dan Santi) datang ke Ponte, kami di pohpas dan didoakan. Kemarin juga kami diberi siro (ternyata sudah disiapkan) tahun baru. Tidurpun kami bersama dengan nenek di kamarnya. Nenek juga yang bersemangat menunjukkan barang-barang kerajinan untuk saya foto sebagai data penelitian skripsi saya.

Saya juga punya teman baru namanya Marcel. Dia memanggil saya dengan sebutan Bang Par (abang ipar) ganteng haha. Marcel ini anak bungsu paman Amun adiknya calon bapak mertua saya. Setelah awalnya malu-malu akhirnya Marcel dan saya menjadi akrab. Ketika kami pulang ke Sintang Marcel sedang tidur, beruntung, karena jika tidak dia akan menangis dan meminta untuk ikut.

Yah, begitulah kira-kira cerita liburan Natal saya dan Santi. Sangat berkesan. Semoga diberi kesempatan untuk liburan indah selanjutnya.    


Saya dan Marcel
Menumpang Motor Klotok
Santi berpose di depan Pastoran Serawai.

1 komentar:

 
The Ngawan © 2014 | Birds with the same feather flock together.