Label: ,

Tuhan, Jatuh Cintalah!



 Oleh Trio Kurniawan

Saya sering bertanya-tanya tentang cara Dia yang di sana memeluk saya – dan semua manusia lainnya – ketika kehangatan orang tua dan keluarga begitu saya perlukan. Saya selalu memikirkan tentang apa yang Ia pikirkan ketika memutuskan untuk memberi rasa damai kepada manusia di tengah segala kuatir dan kecemasannya. Seingat saya, dosen filsafat saya pernah mengatakan: “Ketika kalian menuju gerbang kematian, Tuhan sedang menunggu kalian kembali kepada-Nya dengan pelukan seorang ayah yang begitu mengasihi anaknya.”
Apakah ketika kedamaian dan ketenangan yang saya rindukan datang memeluk saya – seperti pelukan seorang ayah – di situlah Tuhan sedang memeluk saya? Apakah Tuhan perlu jatuh cinta terlebih dahulu sebelum memeluk manusia? Apakah Sang Cinta perlu jatuh cinta? Saya pernah melihat tatapan dan pelukan penuh cinta ini pada sebuah lukisan tentang anak yang hilang karya seorang pelukis dari Italia, pada pelukan bapak dan ibu.
Saya mengingat segala hal yang sudah saya lewati: tertawa, sedih, jatuh, bangun, gagal, sukses dan masih banyak lainnya. Saya mengingat segala ketakutan dan keberanian yang muncul entah karena keinginan ataupun kesalahan saya sendiri. Saya mengingat semuanya sambil memikirkan cara Dia memeluk manusia satu per satu. Tangan Dia pasti sangat banyak untuk memeluk setiap manusia. Dan saya tersadar, Dia sudah berulang kali memeluk saya, memeluk dengan sangat hebat. Tanpa saya sadari.
Jika memeluk itu harus dimulai dengan jatuh cinta, saya bertanya: “Hey Engkau. Apakah Engkau jatuh cinta padaku berkali-kali? Mengapa terlalu sering Kau peluk aku?”. Bukan hanya saya. Mungkin manusia-manusia lainnya juga menanyakan hal yang sama. Apa yang membuat berbeda? Pada saya, cinta-Nya mungkin bertepuk sebelah tangan. Sering terabaikan. Saya toh bukan seorang pencinta yang baik.
Hey “Dia” – Tuhan –, jatuh cintalah!
Jangan berhenti jatuh cinta! Jangan lelah memeluk manusia. Saya tahu, Dia tak akan pernah lelah untuk jatuh cinta. Semenjak peristiwa Adam-Hawa, golgota, hingga pada masa ini, Dia selalu memeluk tanpa lelah. Sekeras apapun hati manusia, hati saya, ketika berhadapan dengan cinta dan pelukan sehebat ini, hati kami juga pasti luluh.
Tuhan, jatuh cintalah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
The Ngawan © 2014 | Birds with the same feather flock together.