Label: , ,

Jalan Panggilan


Bro. Rambang Ngawan, OP
Satu lagi kisah yang ingin ku bagikan saat perjalananku pulang menuju rumah pada liburan akhir semester yang lalu. Kisah ini adalah sebuah pengalaman reflektif yang bagiku menjadi suatu tanda pengingat akan arti hidupku sebagai seorang yang dengan rendah hati menjawab sapaan lembut Tuhan. Kisah ini bercerita tentang pengalamanku bersama persama para penumpang bis yang aku tumpangi menuju Sintang, kota indah tempat bibit panggilanku disemai.
            Bis kami berangkat pada hari Sabtu tanggal 24 Mei, 2013 dari Pontianak. Dalam perjalanan kami melewati Sanggau, bis yang kami tumpangi beserta kendaraan beroda empat yang lain harus terhenti dikarenakan jalan yang becek dan licin setelah diguyur hujan. Kami terhenti kira-kira mulai pukul tiga subuh dikemudian harinya. Suasana sekitar masih gelap karena kami berada jauh dari pusat kota, di atas jalan berbukit yg dilapisi tanah kuning. Semua berharap perjalanan kami tidak terhenti untuk waktu yang lama. Para supir giat berusaha menyelesaikan masalah rumit ini. Perlu kesabaran.
            “Wah sudah jam enam pagi!” kataku dalam hati. Sudah tiga jam kami berada di dalam bis yang tak kunjung bergerak maju. “Selamat pagi Tuhan. Hari ini hari Minggu!” pikirku lagi dalam hati. Aku tidak peduli apa yang mungkin umat pikirkan karena hari Minggu ini satu Frater telat pergi ke Gereja untuk menghadiri Misa. “Ngak ada yang tau bahwa aku seorang Frater….heheheh…. lolos. Thanks God!” licikku berfikir (sudah bolos, ‘Thanks God’ lagi!).
            Di dalam bis, kami para penumpang hanya berharap akan terjadi mukjizat, percaya bahwa para supir bisa menyelesaikan masalah ini. Di luar, para supir sedang mencari jalan keluar agar satu per satu kendaraan mereka bisa bergerak sembari menunggu tanah becek menjadi kering. Tiba-tiba naluri menulisku muncul ke permukaan. Pendidikanku di Seminari membuatku terbiasa untuk berefleksi. “Wah, ada bahan permenungan ne..!” lonjakku dalam hati. Kuambil hand-phone ku dari dalam saku. Kuhela nafas gugupku dalam-dalam, dan kubuka memo di hand-phone lalu jari-jariku pun mulai memainkan keypad-nya.

May 25, 2013, Sunday

How do I spend my Sunday this time. This is a unique Sunday for me. I am with people whom I may not know personally but one thing for sure is that they are different from me in terms of many things.
            We're on our way home, to Sintang. Some vehicles are also bringing their passengers going to an opposite direction that is to Pontianak. The road where we got stuck is previously asphalted but this time layered with yellow soil due to damages it suffers from. What a blessed Sunday!
            I am on a road, travelling with people who have a deep desire, even deeper than I may think, to meet their loved ones, to meet their goals. Some are seemingly impatient with this unlucky condition, but some of us, or can be most of us, sit patiently waiting for wonders. And wonder works prominently in this kind of uncertainty.
            Grace does not destroy nature. Wonder happens when we cooperate with divine intervention. Slowly I witness how wonder works. Passengers are praying in their hearts hoping that solution can be found. And it works. Drivers are finding ways to make sure and give hope that the traffic jam is just an ordinary trouble found during long trips. Wonder happens, is happening, and will continue to happen if man utilizes the genius of their nature.
            This can be the same type of road that I may encounter on my way to become a faithful servant of God. Troubles come without any notice. My roads can sometimes be muddy, slippery, rough and uncertain. I may sometimes, like the vehicles in front of me, be off the roads because I dare to take the risk of following my own will. But, don't forget, I am not alone. I'm with other people who are passing through these "impassable" roads. They also help me out. Through the roads of uncertainty, there are helping hands that would intervene and show signs of hope.
            We cooperate with God's intervention, we keep hoping, we must have a deep faith, we keep moving in love, and we are certain then that wonder can happen. Anyway, we will not get stuck here forever. People over there are waiting to embrace us with a loving welcome. We have lost but are found again. Wonder happens indeed.

            Selesai mengetik, perasaanku menjadi lega. Gelisahku ku tuangkan ke dalam tulisan. Beberapa menit kemudian satu per satu kendaraan yang terjerat ditanah becek pun bergerak. Semua tersenyum bahagia dan lega. Harapan besar tumbuh kembali untuk bertemu orang-orang tersayang. Aku pun ikut gembira, rumah semakin dekat, getaran cinta semakain terasa di kulitku. Mukjizat terjadi.
            Inilah kisahku dan kisah mereka juga. Selamat berhari Minggu. Hati-hati di jalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
The Ngawan © 2014 | Birds with the same feather flock together.