![]() |
Frater Rambang Ngawan, O.P. |
Refleksi Filsafat dan Teologi Tentang Peran Gereja di Tengah Konflik
“…Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini akan kudirikan
jemaat-Ku” (Matius 16:18)
Artikel ini
mencoba utuk mengkaji peran Gereja dalam membantu penyelesian masalah
yang saat ini sedang terjadi di Kecamatan Serawai, Kabupaten Sintang yakni tentang
reaksi masyarakat terhadap keberadaan
perusaahaan sawit yang dinilai merugikan hak-hak kepemilikan tanah masyarakat
setempat dan menganggu keseimbangan hidup masyarakat secara holistik.
Apa dan Siapa Itu Gereja?
Menurut katekismus Gereja Katholik, “adalah tugas
Sang Putera untuk memenuhi rencana keselamatan dari Bapa pada kegenapan waktu.
Pemenuahan tersebutlah yang menjadi alasan mengapa Yesus dikirim ke dunia.
Tuhan Yesus mendirikan Gereja-Nya melalui pewartaan Kabar Gembira, yaitu
kedatangan Kerajaan Alllah, seperti yang dijanjikan berabad-abad yang lalu di
kitab suci. Untuk memenuhi kehendak Bapa tersebut, Kristus menunjukan jalan
kerajaan surga di dunia. Gereja adalah “Kerajaan Kristus yang sudah hadir di
dalam misteri.”
Lebih lanjut lagi siapakah Gereja itu? Gereja bukan hanyalah sebuah bangunan tempat beribadah, tetapi lebih dari itu adalah manusia yang menjalankan ibadat di dalamnya. Ini bukan berarti bahwa Gereja hanyalah umat katholik saja. Tetapi seperti yang dijelaskan di katekismus Gereja Katholik bahwa “semua orang dipanggil kedalam persatuan katholik umat Allah… Dan untuk itu, dalam cara-cara yang berbeda, termasuk atau terurut: umat Katholik, umat lain yang percaya kepada Kristus, dan terakhir adalah seluruh umat manusia, dipangggil melalui rahmat Allah menuju keselamatan.”
Gereja yang Mendunia
Sejak dari awal, Gereja sudah menunjukan perannya
yang penting di dunia. Ini bisa kita lihat dari peran kepala Gereja, Yesus, di
dalam misteri keselamatan manusia. Misteri Inkarnasi, Sabda menjadi daging,
hendak mengajarkan kita betapa besar cinta Allah bagi dunia, betapa mulianya
badan manusia. Kelahiran, sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus yang semuanya
menampilkan unsur badaniah menunjukkan bahwa tubuh menjadi insrumen penting
dalam sejarah keselamatan. Tanpa tubuh yang nyata penyaliban Yesus yang membawa
keselamatan tidak mungkin akan terjadi. Dari sisi teologis ini kita bisa
melihat bahwa Gereja sejak dari awal punya peran penting di dunia. Dunia
hendaknya tidak dipandang sebagai ‘musuh’ melainkan ladang pelayanan kepada
umat Allah. Kalimat penciptaan yang berseru ‘semuanya baik adanya’ menyadarkan
kita bahwa dunia adalah karya agung dimana Allah sendiri menyatakan kasihnya.
“Jika Engkau Mau, Jadilah Aku Sembuh”
Mungkin kita masih ingat kisah kitab suci tentang
seorang berpenyakit kusta yang meminta Yesus untuk menyembuhkan penyakitnya.
“Jika engkau mau, jadilah aku sembuh,” begitulah tepatnya permintaan penderita
kusta tersebut kepada Yesus. Kita bisa mengartikan bahwa yang dimaksud
penderita kusta ini adalah kesembuhan bisa terjadi hanya lewat ‘kemauan atau
kehendak’ Yesus saja, tanpa harus melalui kontak fisik. Kemauan merupakan salah
satu ungkapan iman; tak tampak dan abstrak. Namun apa yang Yesus kemudian
lakukan? Tergerak oleh belaskasihan, Ia mengulurkan tangan-Nya, menyentuh
penderita kusta tersebut, dan berkata kepadanya, “Aku mau. Jadilah sembuh.”
Tindakan Yesus ini melambangkan misi Gereja. Mungkin beberapa orang bertanya, “mengapa Gereja harus ikut campur dengan permasalahan sawit di Serawai ini?” Alasan filsafat dan teologisnya bisa kita dapatkan cari kisah injil di atas. Yesus menyembuhkan penderita kusta itu bukan hanya lewat kehendaknya saja, tetapi penyembuhan terjadi lewat kontak fisik antara Yesus dan penderita kusta itu. Apabila kita melihat siapa itu manusia, ia adalah makhluk rasional yang memiliki jiwa dan badan sebagai pembentuk hidupnya yang mendasar. Karena itu, tugas Gereja bukan hanya menyangkut kehidupan rohani dan spiritualitas umatnya saja. Sisi badaniah umatnya juga menjadi sorotan penting bagi pelayanan Gereja. Gereja tidak mungkin hanya menyoroti perkembangan spiritualitas umatnya tanpa memperdulikan sisi badaniah mereka. Jiwa dan raga adalah satu dan pelayanan Gereja kepada umatnya mencakup juga dua aspek ini. Oleh sebab itu, sudah menjadi tugas Gereja untuk membantu perkembangan rohaniah dan badaniah umatnya secara keseluruhan, termasuk juga menjaga hak-hak hidup umatnya apabila terancam dan sebagainya.
Gereja: Hati Nurani Umat
Gereja mengajarkan bahwa hati nurani memainkan peran
yang penting dalam kehidupan moral setiap manusia. Santo Bonaventura mengatakan
bahwa hati nurani itu adalah percikan jiwa. Dan secara umum kita menganggap
hati nurani sebagai suara Allah yang berbisik di hati kita. Dihadapkan dengan
permasalahan sawit ini, warga Serawai terpecah menjadi beberapa kelompok. Satu
keompok menerima kehadiran perkebunan sawit dan sudi menyerahkan lahan mereka.
Satu kelompok lagi menolak kehadiran perkebunan sawit ini secara mentah-mentah
karena dinilai merugikan masyarakat dan ekosistem di Serawai. Dan satu kelompok
lagi berada di tengah, menutup mata terhadap kenyataan yang sedang terjadi.
Pada saat seperti ini hati nurani umat sedang goncang, bingung harus melakukan
apa. Inilah saatnya Gereja berperan sebagai hati nurani umat. Gereja akan
memikirkan hal yang terbaik yang umat harus lakukan. Gereja membantu umat untuk
melihat kenyataan yang sedang terjadi, menelaah permasalahan dengan seksama dan
pada akhirnya membantu umat untuk membuat keputusan yang tepat. Di dalam
perjalanan berikutnya Gereja akan bergerak bersama umat untuk memperjuangkan
hak-hak umat. Peran Gereja dalam memperjuangkan hak-hak umat yang perlahan
direngut oleh perusahaan sawit adalah bukti bahwa Gereja menempatkan dirinya
sebagai hati nurani umat.
Gereja: Terang yang Menyilaukan
Sudah menjadi konsekwensi apabila Gereja, beberapa
lembaga kemasyarakatan dan umatnya mendapat perlawanan didalam usaha menolak
perkebunan sawit. Hal ini juga terjadi di zaman Yesus. Beberapa kelompok
membenci Yesus yang mewartakan kepada mereka tentang kebenaran. Yesus adalah
terang yang sinarnya menyilaukan mata orang-orang yang terbiasa hidup dalam
kegelapan. Orang-orang ini membenci Yesus karena mereka takut bilamana nantinya
kelemahan-kelemahan mereka akan tampak karena Sang Terang ada di tengah-tengah
mereka.
Hal yang sama mungkin sedang terjadi pada oknum-oknum yang mencoba menghentikan perjuangan Gereja dan umatnya. Mereka takut pada terang dan kebenaran yang Gereja bawa bersama umatnya. Mereka mencoba untuk memadamkan terang itu. Namun terang ini akan semakin bersinar apabila ada yang mencoba untuk memadamkannya.
Berjuang dengan Iman dan Cinta
Berjuang dan jangan pernah berhenti. Jadikanlah iman
dan cinta sebagai senjata yang mampu mengalahkan segalanya. Berjuanglah bersama,
dengan iman dan cinta. Kita pasti menang. Sejarah mengajarkan kepada kita bahwa
iman dan cinta akan meruntuhkan segala benteng yang mencoba menghalang jalan
kita menuju kebenaran. Dan dalam sejarahnya pula Gereja akan terus ambil bagian
dalam perjuangan umat untuk kehidupan yang lebih baik. Beberapa contoh mungkin
bisa menjadi inspirasi untuk kita semua.
Di Filipina pada masa pemerintahan rezim Ferdinad Marcos, Kardinal Jaime
Sin Uskup Agung Manila bersama kelompok yang lain menggerakkann massa untuk
mengajukan pemberhentian President Marcos. Peristiwa ini dikenal sebagai People Power (1983-1986) yang tercatat
di sejarah dunia sebagai demonstrasi massal yang berlangsung dengan aman dan
damai. Di Lima, Peru, Latin Amerika, seorang imam Dominikan Romo Gustavo Gutierrez,
OP terkenal lewat Teologi Pembebasannya yang membela hak-hak kaum miskin yang dirugikan
oleh struktur sosial yang tidak adil. Dan di Serawai saat ini, perjuangan yang
sama sedang terjadi. Mari kita tunjukkan iman dan cinta yang dinyatakan lewat
tindakan. Sebelum semuanya terlambat.
Sumber:
Definitive Edition “Catechism of the Catholic Church”, CBCP/ECCCE, Word
and Life Publication, Manila
Markus 1:40-45
Matius 16:18
tulisannya menarik..
BalasHapusserawai memang harus mendapat perhatian dari pemerintah daerah!
BalasHapuslanjutkan ,,,
BalasHapuspasti..
Hapus