![]() |
Daras |
![]() |
Ligas |
Oleh Iyo
Beberapa hari belakangan ini, saya kerap mem-posted
beberapa foto bayi di facebook, twitter dan beberapa media sosial milik saya
lainnya. DP dari akun BBM saya juga beberapa kali saya ganti dengan wajah 2
bayi secara bergiliran. Foto-foto tersebut juga kerap saya tambah dengan
keterangan”My Baby”, “Love U Darasssss...” ataupun “Love U Ligassss”. Saya benar-benar
menikmati kegembiraan saya bersama 2 bayi yang baru lahir di dunia ini. Daras memang
lahir setahun lebih dahulu, tanggal 28 September 2014. Ligas menyusul setahun
kemudian, tepatnya tanggal 4 September 2015 yang lalu.
Saya merasa biasa-biasa saja dengan beberapa
postingan tersebut sampai kemudian ada beberapa orang yang mengirim chat kepada saya lewat akun Facebook
ataupun BBM saya. Mereka bertanya dengan serius: “Anakmu kah, Yo?” Sontak saya
tertawa. Saya baru sadar. Saya baru saja keluar beberapa bulan yang lalu dari
seminari. Bisa saya mengerti akhirnya kenapa mereka bertanya seperti itu. Mereka
menghubung-hubungkan keluarnya saya dari seminari dengan 2 bayi tersebut.
Baiklah. Saya tetap tertawa dengan chat-chat ini. Sebenarnya ingin saya “iya”
kan saja apa yang mereka tanyakan mengingat beragam cerita yang saya dengar
dari beberapa orang tentang keluarnya
saya dari seminari. Tapi saya tidak tega. Dengan jujur saya katakan: 2 bayi itu
bukan anak saya. Mereka adalah keponakan-keponakan saya yang cakep. Daras adalah
anak dari adik saya, Yeni. Ligas adalah anak dari abang saya, Sutimbang. Saya bergembira
dengan kehadiran 2 jagoan baru di keluarga kami. Saya berharap, berdoa dan
mengusahakan yang terbaik bagi perkembangan mereka.
Lucu memang rasanya ketika saya mendengar beberapa
cerita yang beredar di belakang saya. Contoh lain, beberapa minggu yang lalu
saya menonton pertandingan DBL di Universitas Brawijaya. Kebetulan salah satu
tim yang bertanding hari itu adalah SMA di mana saya pernah mengajar tahun
lalu. Ketika saya bertemu dengan salah satu guru muda, ia dengan ekspresi kaget
bertanya kepada saya: “Trio, saya tahu kamu sudah keluar dari seminari. Tapi saya
ingin bertanya satu hal. Apa benar isu kalau kamu sudah murtad?”
Wowww... Saya murtad? Saya keluar dari seminari lalu
kemudian murtad? Isu apa lagi ini? Saya hanya tertawa lepas mendengar
pertanyaan rekan guru tersebut. Saya Katolik, dan sampai mati pun saya akan
tetap Katolik! Saya mencintai agama ini dan jalan yang diajarkan dalam agama
ini. Saya memang bukan seorang Katolik yang baik dan patut dijadikan teladan. Tapi
saya terus berusaha untuk mengikuti jalan ke-Katolik-an saya sampai mati, walau
jatuh-bangun.
Akhirnya, saya menyadari bahwa segala hal yang orang
bicarakan tentang saya bisa menjadi sebuah cerita lucu. Lucu bagaimana banyak
orang berubah ketika satu atau dua hal terjadi. Lucu ketika banyak orang
menuntut kita dengan beban-beban kesempurnaan, sementara orang-orang tersebut
sebenarnya tidak mampu memikul beban yang sama, lantas meletakkannya pada bahu
orang lain. Hidup ini memang lucu dan menarik. Setiap tarikan nafas yang ada di
dalamnya, bagi saya, merupakan kesempatan besar untuk menertawakan hidup
sepuas-puasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar